BNPB menyebutkan bahwa potensi tanah longsor di Pulau Jawa meningkat di daerah-daerah yang memiliki topografi pegunungan, perbukitan dan di lereng-lereng tebing dengan permukiman di bawahnya. Tipe wilayah ini memanjang dari bagian tengah hingga bagian selatan pulau Jawa. Berdasarkan peta potensi tanah longsor pada Februari 2018, wilayah Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur adalah daerah yang memiliki potensi ancaman tanah longsor yang paling tinggi. Menilik tingginya ancaman tanah longsor ini, LIPI mendorong pemerintah agar melakukan pencegahan tanah longsor dengan memanfaatkan hasil penelitian. Salah satunya adalah hasil teknologi LIPI ini, yakni LIPI Wireless Sensor Network for Landslide Monitoring (LIPI WISELAND).
LIPI WISELAND merupakan hasil penelitian dari tim peneliti LIPI yang dipimpin oleh Adrin Tohari, peneliti dari Pusat Penelitian (Puslit) Geoteknologi. Teknologi ini merupakan suatu sistem pemantauan gerakan tanah berbasis jejaring sensor nirkabel. “Tujuan dari pengembangan LIPI WISELAND adalah untuk menyediakan teknologi pemantauan gerakan tanah yang lebih efektif dan handal dalam memantau dan memberikan peringatan dini dari ancaman berbagai jenis gerakan tanah di daerah yang luas,” terang Adrin.
Teknologi tersebut dapat digunakan untuk memantau bahaya gerakan tanah dalam maupun dangkal, baik pada lereng alami, potongan maupun timbunan. LIPI WISELAND mempunyai beberapa keunggulan, antara lain dapat menjangkau daerah pemantauan yang luas berdasarkan jejaring sensor, menyajikan data dalam waktu nyata dengan akurasi tinggi, serta memiliki catu daya mandiri menggunakan tenaga panel surya dan baterai kering atau lithium.
Tidak hanya untuk memantau ancaman gerakan tanah/tanah longsor, LIPI WISELAND dapat digunakan untuk memantau kondisi keamanan struktur tiang bangunan tinggi seperti jembatan dan gedung bertingkat. Sistem monitoring ini telah diimplementasikan di lokasi rawan gerakan tanah di Desa Pangalengan, Kabupaten Bandung; Jembatan Cisomang ruas tol Cipularang, Kabupaten Purwakarta; dan Desa Clapar, Kabupaten Banjarnegara.
Selain hasil penelitian tersebut, LIPI juga memiliki hasil penelitian lainnya yang diberi nama THE GREATEST, yang merupakan kepanjangan dari Teknologi Gravitasi Ekstraksi Air Tanah untuk Kestabilan Lereng. Teknologi ekstraksi air tanah ini berfungsi menurunkan muka air tanah dalam lereng sehingga dapat mencegah kelongsoran lereng saat musim hujan. Cara kerja dari teknologi ekstraksi air tanah ini menggunakan prinsip siphon yaitu berdasarkan perbedaan tekanan air tanah di bagian atas dan bawah lereng.
Adrin mengemukakan bahwa penelitian dan pengembangan THE GREATEST dimulai dari tahun 2013 yang menghasilkan prototipe single chamber flushing unit melalui serangkaian percobaan di laboratorium. Pada tahun 2014, prototipe flushing unit versi 1.0 ini telah diujicobakan dalam percobaan lapangan di lereng rentan gerakan tanah yang terletak di stasiun Bumi Waluya, Kecamatan Malangbong, Kabupaten Garut.
Mulai tahun 2015 hingga saat ini, kegiatan pengembangan teknologi telah menghasilkan prototipe double chamber flushing unit. Pada tahun 2017, flushing unit versi 1.1 tersebut telah diuji coba di lereng rentan longsor yang berlokasi di Kampung Cibitung Desa Margamukti, Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung. “Hasil uji coba menunjukkan teknologi ekstraksi air tanah ini dapat mengeluarkan air tanah dengan debit sebesar 120 liter per jam melalui flushing unit dan menurunkan muka air tanah pada lokasi sumur hingga kedalaman maksimum 5 meter,” kata Suryadi, peneliti Pusat Penelitian Fisika LIPI yang juga merupakan salah satu anggota tim penelitian dari Adrin Tohari.
Terakhir, Adrin dan Suryadi berharap dua hasil penelitian LIPI terkait tanah longsor ini mampu diterapkan secara masif untuk mencegah bencana tanah longsor yang ada di Indonesia. Dengan menggunakan teknologi, dimungkinkan untuk mendeteksi bahaya tanah longsor yang akan terjadi, sehingga mampu meminimalisir korban jiwa.
Be First to Comment