Press "Enter" to skip to content
dok. jp26jp/pixabay

Setelah Kematian, Tubuh Kita Masih Bisa ‘Bercerita’

Begitu kita meninggal dunia, jantung berhenti memompa dan otak berhenti bekerja. Tapi gen kita masih bekerja dan bisa ‘bercerita’. Lho, apa maksudnya?

Di dalam sains ada yang disebut dengan ekspresi gen (gene expression), yakni proses di mana informasi yang tersimpan dalam DNA digunakan untuk menciptakan protein dan molekul lain. Nah, ilmuwan menemukan, ekspresi gen ini masih berlanjut lho setelah kita mengalami kematian.

Rupanya, proses ini dilakukan oleh tubuh kita secara alami untuk mematikan sistem kekebalan tubuh, menghentikan metabolisme, menyetop produksi sel baru, dan proses-proses yang penting lainnya dalam tubuh kita setelah kematian.

Nah, sekelompok peneliti mendapati bahwa proses ekspresi gen itu, kalau dibaca, akan menyingkapkan hal-hal yang perlu kita ketahui mengenai kematian tersebut. Penelitian mereka diterbitkan di jurnal Nature Communications, baru-baru ini. Menurut mereka, dengan memonitor ekspresi gen pada berbagai jaringan tubuh manusia yang baru meninggal, kita akan akan memberikan informasi yang sangat akurat mengenai kapan orang itu mati.

“Kami mendapati bahwa banyak gen yang mengubah ekspresinya dalam interval post-mortem, pada sebagian besar jaringan tubuh dengan cara tertentu,” tutur Pedro G. Ferreira, peneliti di Institute of Molecular Pathology and Immunology di University of Porto di Portugal, seperti dilansir Live Science.

Dengan mempelajari dan mengenali kapan dan di mana gen ini berubah setelah kematian, peneliti bisa mengembangkan model yang secara akurat mengestimasi waktu kematian. Caranya bagaimana?

Ilmuwan memonitor ekspresi gen pada berbagai sel dengan melihat molekul-molekul yang disebut transkripsi RNA. Transkripsi RNA itu bertugas menyalin segmen-segmen DNA untuk menciptakan protein. Pada studi itu, peneliti menganalisis data transkripsi RNA dari lebih dari 7.000 sampel jaringan yang diambil dari 540 donor, termasuk sampel dari otak, kulit, dan organ besar lainnya.

Peneliti juga membandingkan sampel darah yang diambil sebelum dan setelah kematian dari donor terpilih, memberikan peluang kepada para peneliti untuk membandingkan langsung ekspresi gen, sebelum dan sesudah kematian. Nah, dari pembacaan transkripsi RNA tadi, peneliti itu menulis: “Segera setelah kematian (dan sampai tujuh jam setidaknya), kami mengamati adanya peningkatan ekspresi dari banyak gen dan penurunan pada sedikit gen.” Kebanyakan terjadi antara 7 sampai 14 jam setelah kematian dan stabil secara signifikan dalam 24 jam.

Dengan memakai data transkripi RNA ini, peneliti mengembangkan model yang spesifik menurut jaringan, untuk memprediksi berapa waktu yang sudah terjadi sejak seseorang mati, yang disebut juga interval post-mortem. Dengan membuat rata-rata dari tiap jaringan, peneliti mendapati model mereka secara akurat memprediksi interval post-mortem dalam 10 menit dari waktu kematian sebenarnya.

Mereka menyimpulkan ada tanda atau ‘sidik jari’ dalam pola ekspresi gen setelah kematian yang bisa dipakai dalam ilmu forensik. “Tapi bukan berarti kita sudah punya metode baru yang bisa digunakan di lapangan,” kata pemimpin penulisan, Roderic Guigo, koordinator Bioinformatics and Genomics Program di Center for Genomic Regulation di Barcelona, seperti dilansir BBC

Post mortem yang lebih lama, tidak hanya 24 jam, usia yang meninggal, penyebab kematian, semua ini harus diperhitungkan lagi, kalau kita ingin mengubah ini menjadi alat yang berguna,” kata dia.

Be First to Comment

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Mission News Theme by Compete Themes.