Kalau penerbangan tahun 1937 itu sukses, Amelia Earhart bakal mencatatkan dirinya sebagai perempuan pertama di dunia yang melakukan penerbangan mengelilingi Bumi. Tapi dia dan navigatornya, Fred Noonan, dilaporkan hilang di sekitar Samudera Pasifik.
Selama 81 tahun peristiwa hilangnya Amelia Earhart menjadi misteri. Nah, baru-baru ini, peneliti dari Universitas Tennessee, Richard Jantz, meyakini 99 persen bahwa tulang belulang yang ditemukan di sebuah pulau terpencil di Pasifik selatan adalah milik Amelia Earhart.
“Saya rasa kita sudah menemukan dia,” kata Jantz, seorang profesor antropologi emiritus di Pusat Antropologi Forensik di Universitas Tennessee, seperti dikutip USA Today, hari ini.
Tulang yang ditemukan terdiri dari tulang tengkorak dan beberapa tulang panjang.
Amelia Earthart adalah perempuan pertama di dunia yang melakukan penerbangan solo melintasi Samudera Atlantik. Saat hendak memecahkan rekor terbang keliling dunia, pesawatnya hilang. Banyak yang berasumsi bahwa pesawat dan awaknya hilang di samudera.
Sementara tulang belulang yang ditemukan di Pulau Nikumaroro di Pasifik, ditemukan pada 1940, tapi kemudian hilang. Kalau hasil analisis Jantz benar, teori bahwa Earhart hilang di laut terbantahkan.
Jantz menduga, Amelia Earhart mendaratkan pesawatnya di Nikumaroro. Tapi badai kemudian menenggelamkan pesawat itu di laut dalam. Sedangkan awaknya sempat menyelamatkan diri di pulau tak berpenghuni. Dia diduga tewas di sana, sebab pulau itu tak punya sumber air tawar.
Kalau tulang belulang yang ditemukan pada 1940 sudah hilang, dari mana Jantz menarik kesimpulannya? Rupanya masih ada data metrik mengenai tulang-tulang itu, yang diukur oleh seorang ahli dari Fiji, D.W. Hoodless. Tapi pada waktu itu, Hoodless berkesimpulan, itu adalah tulang belulang seorang pria.
Tapi menurut Jantz, Earhart adalah sosok yang tinggi, menyamai rata-rata pria waktu itu. Tingginya sekitar 5 kaki 7 inci atau 8 inci. “Kami menguji hipotesis bahwa tulang belulang dari Pulau Nikumaroro adalah milik Amelia Earhart,” ujar Jantz. “Kami menolak hipotesis bahwa tulang itu dan Earhart tidak sama, mereka sama.”
Jangan kesampingkan pula temuan lain, bersamaan dengan penemuan tulang itu pada 1940. Sebuah pencarian besar yang dilakukan di sana waktu itu menemukan satu sepatu yang diduga milik seorang perempuan, sebuah kotak serba guna Brandis Navy Surveying Sextant yang diproduksi sekitar 1918 dan sama seperti yang digunakan copilot Earhart, dan sebuah botol Benedictine.
Sepatu itu berukuran 9, sama dengan ukuran yang dipakai Amelia Earhart. Sedang Benedictine adalah merek minuman keras yang diketahui dibawa oleh penerbang itu.
“Saya kira, sampai adanya bukti lain yang bertentangan, kita sudah memecahkan misteri apa yang terjadi pada Amelia Earhart. Tapi saya rasa penelitian harus dilanjutkan, ekskavasi tambahan di pulau itu perlu dilakukan,” tutur Jantz.
Tulang dan sejumlah temuan tadi ditemukan saat Inggris mencoba membangun perkebunan kelapa di pulau itu. Orang-orang asli yang ditugaskan membuat perkebunan itu diduga menemukan sisa-sisa pesawat Earhart dan membuat berbagai perlengkapan darinya. Bahkan, pencari menemukan bekas api unggun dan upaya mendidihkan air serta menangkap dan memasak penyu laut dan kerang.
Jantz melakukan penelitian itu berkolaborasi dengan International Group for Historic Aircraft Recovery. Temuannya dipublikasikan di jurnal Forensic Anthropology.
Be First to Comment