Press "Enter" to skip to content

Menyingkap Misteri Evolusi Paruh dan Cangkang di Tubuh Penyu

Fosil penyu ditemukan di baratdaya China. Penemuan ini makin menyingkapkan misteri evolusi mengenai kapan reptil macam penyu dan kura-kura mulai mengembangkan paruh dan cangkang. Tapi masih ada misteri yang belum terjawab. Hasil penelitian ini diterbitkan di Nature edisi 22 Agustus lalu.

Meski sudah bisa menjawab misteri paruh dan cangkang, para ilmuwan masih belum tahu mengenai asal mula kelompok binatang ini.

Fosil penyu itu memiliki panjang 2 meter dan disebut Eorhynchochelys sinensis. Hewan ini diperkirakan hidup pada 230 juta tahun yang lalu. Tengkoraknya mirip dengan penyu zaman sekarang, tapi keseluruhan kerangkanya lebih mirip penyu yang hidup pada 10 juta tahun lalu.

“Fosil spesies baru itu cocok sekali dengan gambaran evolusioner yang dibikin oleh ilmuwan selama bertahun-tahun soal bagaimana penyu mendapatkan paruh dan cangkang,” ujar Rainer Schoch, ahli paleontologi amfibi dan reptil di Stuttgart State Museum of Natural History in Germany.

Melihat profil fosil Eorhynchochelys sinensis, kita bisa melihat bahwa penyu ternyata tak banyak berubah selama 210 juta tahun terakhir. Hewan ini punya cangkang atas yang terbentuk dari perpaduan tulang belakang dan tulang rusuk, cangkang bawah yang melindungi perut, paruh tajam, dan mulut tanpa gigi.

Tapi Eorhynchochelys sinensis tak punya ciri umum reptil modern, yaitu dua pasang lubang di tengkorak dan di belakang mata, di mana otot-otot rahang melekat.

Tak adanya lubang ini berkontribusi pada debat yang sudah berlangsung lama mengenai bagaimana tepatnya posisi penyu di pohon keluarga reptil. Dan ini makin membingungkan, jadi kapan dan bagaimana karakteristik penyu pertama kali berkembang.

Spesimen Odontochelys semitestacea, yang ditemukan pada 2008, menjadi petunjuk pertama. Fosil berusia 220 juta tahun ini punya gigi dan cangkang bawah. Tulang rusuknya yang lebar mengisyaratkan awal cangkang atas. Tetapi ia tidak memiliki paruh dan sepasang lubang di tengkoraknya.

Lalu pada 2015, ilmuwan menemukan Pappochelys rosinae, spesimen berusia 240 juta tahun yang juga tak punya cangkang atas, tapi menunjukkan tanda-tanda awal adanya cangkang bawah. Tak seperti penyu modern, P. rosinae punya sepasang bukaan di tengkoraknya. Ini indikasi pertama bahwa penyu punya kedekatan dengan reptil modern.

Kini, dengan ditemukannya Eorhynchochelys, gap antara kedua spesies makin sempit. Fosil Eorhynchochelys punya sepasang lubang di belakang matanya, sehingga mengindikasikan transisi yang gradual dari Pappochelys ke penyu modern.

Tapi dengan hadirnya paruh di tengkorak Eorhynchochelys, cukup membingungkan. Itu ciri yang tak ditemukan ilmuwan pada fosil penyu paling awal, sampai sekarang. Ciri ini juga tak ditemukan pada beberapa spesies dan ada di spesies yang lain, jutaan tahun kemudian. “Artinya, evolusi paruh pada penyu modern tidak berlangsung pada garis lurus,” kata Xiao-Chun Wu, sang penulis studi, seorang ahli palaeontologi di Canadian Museum of Nature di Ottawa.

Meski begitu, meski Eorhynchochelys membantu menjelaskan jejak evolusi penyu, para ahli masih belum punya banyak informasi mengenai tempat penyu dalam pohon evolusi. Kebanyakan studi genetika dalam 20 tahun terakhir menempatkan buaya, dinosaurus, dan burung modern adalah keluarga evolusi penyu. Tapi studi terhadap DNA atau RNA, serta analisis terhadap anatomi mereka, menunjukkan bahwa kadal dan ular adalah keluarga terdekat penyu.

One Comment

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Mission News Theme by Compete Themes.