Sampai hari ini belum ada yang bisa memastikan apa penyebab tsunami di Selat Sunda yang telah melanda kawasan Banten, terutama di Pandeglang, dan di Lampung. Tapi dugaan yang ada, tsunami itu berhubungan dengan aktivitas gunung Anak Krakatau.
Kemarin, dikatakan bahwa diduga telah terjadi longsoran material gunung Anak Krakatau pada Sabtu (22/12) malam, yang kemudian diduga memicu terjadinya gulungan ombak tsunami.
Dikutip dari BBC, ahli vulkanologi Jess Phoenix mengatakan, dari pengamatan sekumpulan foto gunung Anak Krakatau dari waktu ke waktu, disebutkan bahwa gunung itu sedang memasuki fase yang berbahaya, bahkan mematikan.
Krakatau adalah gunung api berbentuk kerucut yang klasik dan biasa disebut stratovolcano. Artinya, tubuh gunung ini terbentuk dari penumpukan lapisan demi lapisan material erupsi. Pada 1883 gunung Krakatau meletus dahsyat dan di tempatnya meletus ‘lahir’ kembali gunung yang kemudian disebut Anak Krakatau. Puncak Anak Krakatau muncul di permukaan laut sejak 1930.
Tapi pada tahun ini, Anak Krakatau memperlihatkan peningkatan aktivitas. Pada Juli 2018 misalnya, terjadi erupsi yang diklasifikasikan pada level 0 atau 1 dalam Volcanic Explosivity Index. Artinya, erupsi kecil disertai keluarnya sejumlah material vulkanis dan terus meningkat.
“Erupsi macam ini bisa terjadi setiap hari selama bertahun-tahun tanpa terjadinya erupsi yang lebih besar,” tutur Phoenix. Namun, jika ada lebih banyak magma yang masuk ke perut Anak Krakatau, letusan lebih besar dikhawatirkan bisa terjadi.
Dilansir dari New York Times, disebut tak ada gempa yang terekam sebelum tsunami menyerang. Makanya, muncul dugaan bahwa tsunami terjadi akibat aktivitas vulkanik, bukan tektonik. Ada erupsi yang terjadi di Anak Krakatau sekitar satu setengah jam sebelum tsunami terjadi.
Tsunami sendiri terjadi ketika sejumlah besar air, entah itu di samudera, di teluk, atau bahkan di danau, tiba-tiba bergerak. Ketika gempa bumi, perpindahan air bisa terjadi ketika tanah bergerak akibat pergeseran lapisan Bumi.
Inilah yang terjadi pada gempa berskala 9,1 SR yang melanda Aceh dan kawasan sekitar Samudera Hindia pada 26 Desember 2004 dan menyebabkan tsunami dahsyat yang menewaskan sekitar 225 ribu orang. Begitu pula fenomena yang sama melanda Palu, beberapa bulan lalu.
Tapi aktivitas vulkanik menyebabkan tsunami dengan cara yang berbeda. Ada yang dipicu oleh ledakan akibat letusan gunung berapi. Tapi ada juga yang dipicu oleh longsoran material di dalam laut. Atau, runtuhnya ruang magma di perut gunung yang terjadi setelah erupsi.
Tsunami akibat vulkanik jarang terjadi. Tapi yang pernah terjadi dalam sejarah, terbilang dahsyat. Contohnya di Jepang pada 1792 dan erupsi gunung St. Helens di Washington pada 1980. Tapi yang tak kalah dahsyat adalah akibat erupsi Gunung Krakatau sendiri pada 1883, yang menyebabkan tsunami dan menewaskan ribuan warga.
Be First to Comment