Press "Enter" to skip to content
Amelia Earhart di Darwin, Australia pada 28 Juni 1937. (Dok. commons.wikimedia.org/publicdomain)

Temuan Bangkai Pesawat di Papua Nugini, Benarkah Pesawat Amelia Earhart?

Alkisah, suatu hari di akhir tahun 1930-an, seorang bocah lelaki di sebuah pulau di Papua Nugini menyaksikan sebuah pesawat dengan sayap kiri yang terbakar, terhempas ke pantai. Si bocah memberitahu orang tuanya, tapi mereka acuh.

Badai dan arus laut kemudian menyeret bangkai pesawat itu dan menenggelamkannya. Sekarang bangkai itu terkubur dan ditutupi terumbu karang. Yang menarik, sejarawan menduga itu adalah pesawat yang dipiloti Amelia Earhart, yang dilaporkan hilang. Benarkah?

“Kami masih mengeksplorasi dan mencoba menemukan pesawat siapa itu, kami tidak ingin terburu-buru menarik kesimpulan bahwa itu adalah pesawat Amelia yang hilang,” kata William Snavely, direktur Project Blue Angel, kelompok yang sedang meneliti pesawat tersebut, seperti dilansir Live Science. “Tapi segala sesuatu yang kami lihat sekarang, sejauh ini membuat kami cenderung berpikir bahwa bisa jadi itu pesawatnya Amelia.”

Pada sebuah ekspedisi penyelaman Agustus 2018, penyelam dari Project Blue Angel menyaksikan bangkai kapal yang menyerupai pesawat Earhart, yaitu Lockheed Electra 10E. Mereka juga menemukan cakram kaca yang kemungkinan kaca lampu depan pesawat tersebut. “Tapi perlu analisis lebih lanjut,” kata Snavely. Kelompok ini sedang mengumpulkan dana untuk perjalanan ekspedisi kedua ke Papua Nugini.

Snavely mengatakan, sejak kecil dia tertarik dengan kisah Earhart. Dia bahkan punya replika Lockheed Electra 10E.

Ketika mempelajari mistri hilangnya pesawat Earhart, dia menyadari adanya fakta penting. Earhart dan navigatornya Fred Noonan mencoba mengelilingi dunia tapi hilang pada 2 Juli 1937 setelah terbang dari Lae, Nugini, menuju Pulau Howland di antara Hawaii dan Australia. Kebanyakan pencarian digelar dekat Howland Island, tapi sedikit pencarian di dekat tempatnya berangkat. Jadi, itulah yang dilakukan Snavely dan timnya.

Mereka pergi ke Rabaul di Papua Nugini pada 2005 untuk mengumpulkan keterangan masyarakat lokal, tentang siapa yang mungkin punya informasi tentang kecelakaan pesawat misterius. Di hotel tempatnya menginap, Snavely bertemu seorang staf yang bercerita bahwa dulu ada anak kecil yang mengaku melihat kecelakaan pesawat. Seorang pria lain mengaku pernah menyelam dan melihat bangkai pesawat di tempat yang disebut si anak kecil, pada 1995.

Si staf hotel kemudian meminta lima ciri khas pesawat Earhart agar dia bisa meminta tolong penyelam lokal untuk memastikan apakah bangkai pesawat itu memang pesawat milik Earhart. Snavely kemudian memberikannya: pesawat itu punya dua mesin, sepasang ekor, ada pintu di sisi pilot, loop di bagian depan untuk tujuan navigasi, dan sebuah spar untuk antena. Ternyata, bangkai pesawat itu punya ciri-ciri yang dimaksud.

Bangkai pesawat itu terkubur di sebuah pulau kecil tak berpenghuni di dekat kota Buka di timur Papua Nugini. Snavely menduga, pesawat Earhart tak diisi bahan bakar yang cukup ketika tinggal landas dari Papua Nugini. Tapi hal ini masih harus dibuktikan lebih lanjut. Kalau asumsi ini benar, ada kemungkinan bahwa Earhart dan Noonan memutuskan putar balik setelah mereka berhadapan dengan badai, yang akan butuh lebih banyak bahan bakar. Lalu terjadilah kecelakaan.

Jelas, masih banyak yang harus dibuktikan. Terutama nanti saat bangkai pesawat itu bisa diteliti lebih lanjut. Semoga penelitian ini bisa menyingkapkan apa yang terjadi dan bagaimana nasib Earhart dan navigatornya.

Be First to Comment

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Mission News Theme by Compete Themes.