Penelitian Balai Arkeologi Papua di Bukit Yomokho, Kampung Dondai, Distrik Waibu, Kabupaten Jayapura, Papua berhasil menemukan tinggalan megalitik.
Eksplorasi Balai Arkeologi Papua di Bukit Yomokho sebelah timur berhasil menemukan sebuah papan batu di puncak bukit. Papan batu ini berorientasi utara – selatan, memiliki panjang 110 cm, lebar 58 cm, dan tebal 10 cm.
Papan batu ini berjenis batuan beku peridotit, jenis batuan ini tidak terdapat di Bukit Yomokho, batuan ini banyak didapatkan di Pegunungan Cyclops yang terletak 11, 6 kilometer di sebelah utara Dondai.
Jadi dapat dipastikan batu ini dibawa sejauh 11, 6 kilometer dari Pegunungan Cyclops, diangkut menggunakan perahu menyusuri sungai dan danau, selanjutnya digotong beramai-ramai menuju puncak bukit.
Selain itu, pada lereng Bukit Yomokho sebelah tenggara juga ditemukan sebuah menhir. Menhir ini merupakan sebuah monolit yang tidak dikerjakan dengan dimensi panjang 100 cm, lebar 80 cm dan tebal 20 cm.
Menhir ini didirikan tegak di permukaan tanah. Menhir ini berjenis batuan beku peridotit.
Tidak jauh dari menhir, juga terdapat susunan jalan batu, memanjang dari kaki bukit hingga lereng bukit, jalan batu ini pada masa prasejarah berfungsi sebagai jalan untuk memudahkan dalam mendaki bukit.
Lebar jalan batu ini 3,1 meter.
Menhir dan papan batu pada masa prasejarah berfungsi sebagai media pemujaan pada roh nenek moyang. Bukit Yomokho memanjang berbentuk huruf U, eksplorasi Balai Arkeologi Papua di seluruh bagian bukit, menemukan artefak, ekofak lebih banyak di bukit sebelah timur, sedangkan bukit sebelah selatan dan barat temuan lebih sedikit. Hal ini menunjukkan bahwa, hunian manusia prasejarah waktu itu lebih banyak di sebelah timur bukit.
Berdasarkan temuan hasil survei permukaan tanah maupun ekskavasi, diketahui kronologi hunian Situs Yomokho yaitu neolitik hingga megalitik.
Sementara itu, di saat penelitian Balai Arkeologi Papua di Situs Yomokho, sejumlah mahasiswa antropologi Universitas Cenderawasih melakukan kuliah lapangan di Situs Yomokho. Kuliah lapangan ini didampingi oleh dosen Ichsan Rahmanto.
Penulis: Hari Suroto (arkeolog, tinggal di Jayapura) Bisa dihubungi di Instagram: @surotohari
Be First to Comment