Corry Ohee, pelukis kulit kayu Pulau Asei, Kampung Asei, Distrik Sentani Timur, Kabupaten Jayapura mengatakan bahwa para pelukis kulit kayu di pulau asei tetap membuat lukisan kulit kayu khas Pulau Asei Sentani, walaupun ada pandemi covid-19. Para pelukis kulit kayu mengerjakan lukisan di rumah masing-masing.
Walaupun pembeli berkurang, dan kunjungan wisatawan ke pantai wisata khalkote dan Pulau Asei berkurang, para pelukis tetap melukis. Menurut Ohee ini adalah budaya dan identitas masyarakat Pulau Asei yang diwariskan oleh nenek moyang. Para pelukis kulit kayu juga masih menjual lukisan ini di pantai wisata Kalkhote, atau di stand di pinggir jalan arah Bandara Sentani.
Selain itu para pelukis juga masih menerima pesanan lukisan dari pembeli, walaupun tentu saja saat ini jumlah pesanan sangat sedikit. Untuk kulit kayu sebagai kanvas lukisan, para pelukis masih memiliki stok yang cukup. Bahan lukisan berupa kulit kayu, para pelukis datangkan dan beli dari yogyakarta, dengan harga per lembarnya 37 ribu rupiah untuk ukuran 1 x 1 meter. Untuk membeli kulit kayu dari yogyakarta ini, para pelukis kulit kayu Asei patungan uang, uang yang terkumpul untuk membayar kulit kayu dan ongkos kirimnya dari yogyakarta.
Dalam budaya Sentani, lukisan kulit kayu Asei berbahan kulit kayu pohon khombouw. Jenis pohon ini dulu banyak tumbuh alami di hutan sekitar Danau Sentani dan pegunungan Cyclops, namun saat ini pohon khombouw sulit untuk dijumpai karena penebangan liar dan tidak ada penanaman kembali pohon khombouw.
Kulit kayu yang didatangkan dari Yogyakarta merupakan kulit kayu pohon deluang, ampuro, kapuo yang banyak tumbuh alami di Kalimantan. Selain itu juga kulit kayu pohon lantung yang banyak tumbuh alami di Sumatera. Penjual kulit kayu di Yogyakarta, mendatangkan kulit kayu dari Kalimantan dan Sumatera, kemudian dijual ke Papua.
Untuk itu, perlu penanaman kembali pohon khombouw di sekitar Danau Sentani, hutan sekitar danau sentani maupun di pegunungan Cycloops. Kalau perlu pohon khombouw dijadikan sebagai maskot flora dari Kabupaten Jayapura.
Penulis: Hari Suroto (arkeolog, tinggal di Jayapura) Bisa dihubungi di Instagram: @surotohari
Be First to Comment