Di sejumlah tempat ikan louhan itu termasuk ikan hias. Tapi tidak di Kampung Abar di Danau Sentani bagian tengah. Kampung ini dapat dicapai dari Bandara Sentani sekitar 25 menit.
Kampung Abar dikenal, masyarakatnya masih eksis membuat gerabah tradisional di Papua. Setiap 30 September, di Kampung Abar diselenggarakan festival makan papeda dalam gerabah.
Papeda sepintas mirip bubur, pembuatannya yaitu pati sagu diberi perasan air jeruk nipis kemudian disiram dengan air mendidih. Orang Abar sejak kecil dibiasakan makan papeda, hal ini agar mereka saat dewasa, tidak melupakan makanan warisan leluhur.
Pohon sagu tumbuh alami di sekitar Kampung Abar.
Olahan sagu lainnya yaitu papeda bungkus, papeda ini dibungkus menggunakan daun fotofe atau forofe (sejenis daun pisang-pisangan). Selain papeda, makanan tradisional lainnya yaitu keladi, pisang, sukun, serta singkong yang direbus. Makanan ini merupakan hasil kebun, disajikan dengan tumisan daun pepaya, bunga pepaya atau sayur pakis hutan.
Bumbunya sederhana saja hanya ditambah garam. Sebagai lauknya yaitu ikan louhan digoreng kering. Ikan louhan disebut juga ikan setan merah atau red devil, berduri banyak dan berdaging sedikit.
Ikan louhan dijadikan lauk sehari-hari, sedangkan untuk perjamuan penting atau menyambut tamu biasanya disajikan ikan mujair atau gabus kuah kuning.
Selama satu bulan, tim peneliti Balai Arkeologi Papua melakukan penelitian situs prasejarah di wilayah Abar. Setiap harinya, tim peneliti menikmati sajian papeda, baik itu papeda ikan kuah kuning maupun papeda bungkus ikan louhan goreng, pisang dan singkong rebus.
Untuk menjangkau situs yang diteliti dengan berjalan kaki, sekitar 30 menit dari Abar, menyusuri jalan setapak di lereng-lereng bukit savana. Makanan tradisional yang dikonsumsi setiap hari, walaupun tanpa nasi, mampu menjadi sumber energi yang baik dan lebih menyehatkan.
Simak sejarah Danau Sentani dalam video berikut:
Penulis: Hari Suroto (arkeolog, tinggal di Jayapura) Bisa dihubungi di Instagram @surotohari
Be First to Comment