Indonesia itu termasuk jantungnya keanekaragaman hayati di dunia. Negeri ini ternyata memiliki sekitar 30.000 jenis tanaman, atau setara dengan 75 persen dari jumlah tanaman di seluruh dunia.
Dengan begitu, Indonesia sebenarnya memiliki potensi besar dalam industri herbal atau obat tradisional yang bersaing di dunia. Tapi ternyata ada saja kendalanya.
Peneliti dari Fakultas Farmasi Universitas Indonesia mendapati bahwa bahan baku herbal kita kadang tidak memenuhi syarat. Di sisi lain iklim usaha herbal ini pun tidak kondusif, disertai masalah teknologi yang tak memadai, dan ketersediaan laboratorium pihak ketiga yang tak merata di daerah-daerah.
Obat tradisional, kalau menurut Badan POM RI, terdiri dari jamu, obat herbal terstandar, dan fitofarmaka, yang dikelompokkan berdasarkan proses pembuatan, bentuk sediaan, serta cara dan tingkat pembuktian manfaat dan mutunya masing-masing. Peneliti menyatakan, saat ini pemerintah berfokus pada golongan obat herbal terstandar dan fitofarmaka dalam pengembangan obat tradisional untuk mengatasi impor bahan baku obat konvensional yang tinggi
Data riset Badan Litbang Kementerian Kesehatan mencatat bahwa Indonesia memiliki 10.047 ramuan tradisional yang digunakan oleh masyarakat untuk mengobati 74 indikasi penyakit, seperti demam, batuk, kencing manis, diare, darah tinggi, sakit pinggang, sakit kulit, luka terbuka, dan perawatan pra/pasca persalinan.
Ramuan-ramuan itu menggunakan sekitar 19.871 tanaman obat, di mana sebanyak 16.218 di antaranya sudah bisa diidentifikasi hingga ke tingkat spesies, yakni termasuk ke dalam l.559 spesies.
Penelitian itu sendiri mendapati kebutuhan akan obat tradisional di Indonesia cukup tinggi, apalagi pada saat terjadinya COVID-19. Alasannya, obat jenis ini harganya relatif terjangkau, efek sampingnya dianggap lebih kecil, dan akses ke pasokan obat tradisional dianggap lebih mudah. Saat ini kebutuhan obat tradisional dalam negeri dipenuhi oleh sekitar 900 perusahaan skala kecil dan 130 perusahaan skala menengah.
Akan tetapi, pengembangan bahan baku obat tradisional di Indonesia terkendala oleh sejumlah faktor. Pertama, bahan baku masih belum memenuhi standar sebab proses pasca panen tidak sesuai, gagal panen, atau pengaruh musim. Ini disebabkan budidaya tanaman obat belum dikelola dengan baik.
Selain itu, iklim usaha belum kondusif dengan minus jaminan pasar dan harga bahan baku. Masalah lainnya adalah terkait bahan baku ekstrak dengan kurangnya teknologi rancang bangun peralatan. Di sisi lain, tak dimasukkannya obat herbal dalam program JKN dan sistem pengobatan di dunia kedokteran juga menjadi tantangan tersendiri dalam pengembangan industri obat tradisional Indonesia.
Peneliti menyatakan solusinya adalah dukungan yang intensif dan sinergi dari pemerintah dan badan legislatif untuk mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang dapat mempercepat perkembangan industri obat tradisional. Selain itu, kerjasama yang baik dengan para pelaku usaha, akademisi dan organisasi kemasyarakatan juga diperlukan dalam mewujudkan kemandirian bahan baku obat tradisional.
Penelitian ini diterbitkan di jurnal Chemistry and Materials edisi Februari 2022.
Be First to Comment