Ada kebutuhan yang terus tumbuh untuk mendemokratisasi layanan keuangan di Asia Pasifik. Selama satu dekade ke depan, kawasan ini diperkirakan akan ditinggali oleh separuh dari total rumah tangga berpenghasilan menengah ke atas di dunia, sehingga akan mendorong 50 persen transaksi keuangan nasabah secara global. Nasabah di kawasan ini sudah terbiasa dengan kemudahan layanan perbankan digital.
Di bawah bayang-bayang pandemi COVID-19, pengguna aktif perbankan digital di Asia meningkat jadi 88 persen, naik dari 65 persen pada empat tahun yang lalu. Secara khusus di Indonesia, pengguna perbankan digital telah mencapai 25 persen atau setara dengan 47,7 juta lebih. Pada 2022, pengguna perbankan digital Indonesia diperkirakan tumbuh menjadi 31 persen atau 59,9 juta dan diproyeksikan mencapai 39 persen atau 74,7 juta pada 2026.
Untuk memenuhi pertumbuhan pengguna yang digital savvy ini, industri jasa keuangan (FSI) sedang memanfaatkan teknologi seperti otomatisasi, 5G, komputasi edge, serta kecerdasan buatan dan machine learning (AI/ML). Di samping terus berusaha memenuhi permintaan nasabah, perbankan juga perlu segera mengubah produk dan layanan mereka, serta berinovasi dengan lebih cepat lagi.
Meskipun sebagian besar negara di kawasan ini telah belajar untuk hidup dengan pandemi, perbankan harus memiliki action plan untuk 2022 yang menyatukan seluruh investasi baru ini untuk menciptakan layanan berdampak yang membantu mereka meraih sukses dalam jangka panjang. Para pemimpin industri perbankan di Asia Pasifik harus fokus pada empat bidang utama untuk memodernisasi infrastruktur mereka dengan cara yang strategis dan hemat biaya, dan menciptakan peluang bisnis yang lebih bankable.
Personalisasi lebih daripada UI-deep
Terkait personalisasi layanan keuangan, Asia Pasifik memiliki standar yang tinggi. Lebih dari 45 persen nasabah di China, India, dan Thailand, mengatakan bahwa mereka membagikan data mereka untuk mendapatkan penawaran dan kesepakatan yang dipersonalisasi, dibandingkan dengan kurang dari 30 persen nasabah di Prancis, Jerman, dan Inggris. Selain itu, pendisrupsi di industri dan penyedia layanan keuangan yang embedded seperti Alipay telah memberikan penawaran yang hyper-personalized yang secara khusus dapat menargetkan kebutuhan nasabah mereka yang selalu berubah.
Bank tradisional tidak dapat lagi bertahan hanya dengan memperbarui eksterior dan user interface (UI) produk mereka tanpa melakukan hal yang sama pada infrastruktur digital mereka. Untuk memberikan layanan perbankan mandiri yang diinginkan oleh nasabah, perbankan harus memiliki pemahaman yang lebih mendalam tentang nasabahnya.
Customer experience di perbankan harus sama baiknya dengan kualitas datanya. Oleh karena itu, perbankan dapat fokus membangun platform data terintegrasi, yang memberikan insight yang mendalam mengenai nasabah mereka. Integrasi data ini menciptakan lingkungan data yang lebih efisien, memungkinkan perbankan memiliki satu pandangan yang enterprise-wide untuk tiap-tiap nasabah mereka. Dengan demikian perbankan kemudian mampu untuk melihat seluruh data nasabah, melakukan penyusunan data, channel management dan delivery, supaya berhasil memanfaatkan teknologi baru dan meningkatkan customer experience.
Menghadirkan edge pada layanan keuangan
Terlepas dari tingginya minat masyarakat Asia terhadap layanan keuangan digital, sebanyak 290 juta penduduk Asia masih belum memiliki rekening bank (unbanked). Sekitar 27,5 persen (80 juta) dari populasi unbanked ini berada di Indonesia, berdasarkan studi Bank Indonesia. Pemain seperti perusahaan fintech telah menyediakan layanan terintegrasi seperti deposito, pinjaman digital, dan asuransi. Mereka memungkinkan pelanggan yang sebelumnya unbanked untuk menggunakan layanan ini, meninggalkan bank yang kurang siap mengejar ketertinggalannya.
Perbankan dapat berkontribusi dalam upaya mengangkat masyarakat unbanked di Asia Pasifik dengan melakukan pendekatan terdesentralisasi untuk mengelola dan memproses data yang mendorong komputasi ke edge di jaringan. Komputasi edge memungkinkan perbankan untuk membuat cabang digital yang memberikan layanan seperti tabungan, pinjaman, dan pembayaran, kepada populasi unbanked.
Hal ini tidak hanya membantu mengurangi tantangan dan biaya yang terkait dengan latensi dan bandwidth jaringan, tetapi juga memungkinkan jenis aplikasi dan layanan baru yang sebelumnya sulit diberikan. Misalnya, kiosk atau perangkat mobile dengan jaringan 5G akan dapat memberikan layanan frictionless di daerah di mana kantor cabang sulit diakses, seperti tempat yang jauh dari pusat kota.
Kemitraan Strategis: Tidak ada bank bisa berdiri sendiri
Saat ini, lanskap layanan keuangan dipenuhi dengan beragam solusi yang dapat dipilih oleh nasabah di Asia Pasifik. Dari perbankan mobile dan aplikasi pembayaran digital hingga manajemen kekayaan dan solusi perdagangan. Semua itu dapat menjadi tantangan bagi perbankan untuk berinovasi cukup cepat dalam memenuhi kebutuhan nasabah mereka.
Kemitraan strategis menjadi sangat penting bagi keberhasilan perbankan pada tahun 2022. Perbankan harus memperdalam kolaborasi mereka dengan komunitas, mitra, dan layanan konsultasi, yang berspesialisasi dalam platform tertentu, seperti pembayaran dan e-commerce, atau teknologi seperti analitik data dan AI/ML. Misalnya, bank mungkin tidak memiliki keahlian yang dibutuhkan untuk membuat aplikasi berbasis AI dengan cepat, tetapi mereka dapat mengandalkan penyedia pihak ketiga seperti layanan konsultasi dan integrator sistem.
Terus jadikan budaya sebagai landasan
Sementara teknologi dan proses bisnis adalah aspek inti dari modernisasi, mendorong perubahan budaya adalah elemen yang sama pentingnya.
Perusahaan-perusahaan di Asia Pasifik harus terus mengubah struktur manajemen tradisional mereka dengan mendorong eksekutif senior untuk bekerja lebih kolaboratif dengan karyawan lain. Untuk menumbuhkan budaya transparansi, kolaborasi, dan kerja tim serta inklusivitas, perbankan dapat menerapkan praktik dan teknologi seperti DevOps, komputasi berbasis cloud, dan integrasi data. Dengan menciptakan lingkungan yang kondusif dan kolaboratif, perbankan dapat memberdayakan karyawan di semua departemen untuk mendorong batas-batas inovasi, yang pada akhirnya mempercepat transformasi digital dan memenuhi kebutuhan perbankan Asia Pasifik dengan cara yang efektif, hemat biaya, dan gesit.
Pelanggan Red Hat PT Bank CIMB Niaga Tbk (CIMB Niaga) menjadi contoh keberhasilan ini. Dengan Red Hat Open Innovation Labs, bank ini berhasil mempraktikkan metodologi yang agile dan DevOps untuk mengembangkan dan menjalankan aplikasi dengan lebih cepat secara otomatis dan lebih aman. Sekarang, bank dapat mengeluarkan aplikasi baru kepada nasabah atau memberikan update berupa layanan baru dengan lebih cepat, memungkinkan bank untuk mempertahankan jumlah nasabah aktif mereka, meskipun persaingan dari bank lain maupun dari perusahaan fintech terus meningkat.
Mengakselerasi perubahan digital pada 2022
Singkatnya, ketika sektor keuangan mempercepat sebagian besar transformasi digital mereka dalam dua tahun terakhir, saya mengantisipasi bahwa 2022 akan menjadi tahun yang lebih menentukan karena mereka telah belajar beradaptasi dengan lebih baik terhadap pandemi.
Agar berhasil di tahun yang akan datang, perbankan harus fokus pada empat bidang utama. Mereka harus mendapatkan pemahaman yang lebih dalam tentang nasabah dengan mendapatkan pandangan yang menyeluruh mengenai data nasabah mereka. Komputasi edge adalah kunci. Tidak hanya untuk menjalankan aplikasi yang akan membantu bank mencapai hal itu, tetapi juga untuk melayani pasar unbanked di Asia. Ekonomi keuangan yang lebih inklusif juga akan mencakup pengembangan kemitraan strategis dengan ekosistem FSI yang lebih besar saat perbankan berupaya menciptakan dan menangkap layanan dan peluang baru. Budaya juga merupakan faktor yang sangat diperlukan untuk setiap perubahan yang langgeng dan perbankan harus terus bekerja untuk menciptakan lingkungan kolaboratif yang terbuka.
Dengan menyelaraskan manusia, proses, dan teknologi, perbankan akan lebih siap untuk bertransisi ke tahun yang baru dengan membantu nasabah memenuhi kebutuhan perbankan mereka yang terus berkembang.
Penulis: Arvind Swami, Director, Financial Services, Red Hat Asia Pacific
Be First to Comment