Franklin Templeton, perusahaan pengelolan investasi, baru-baru ini menggelar APAC Investor Forum 2022 dalam format hybrid di Singapura. Mereka membicarakan kondisi lingkungan makro yang terus berubah sebagaimana dihadapi para investor. Dalam sebuah panel CIO yang dipandu oleh Stephen Dover, Chief Market Strategist and Head, Franklin Templeton Institute sebagai moderator, para panelis berbagi wawasan mengenai potensi dampak nyata dan finansial dari resesi dan peralihan dalam lanskap ekonomi.
Salah satu topik yang sempat disinggung adalah soal teknologi dan potensi Indonesia dalam iklim investasi global. Ada kabar bagus!
Terkait peluang di sektor teknologi, Jonathan Curtis, Portfolio Manager, Franklin Equity Group, menggarisbawahi mengenai transformasi digital. Dia menyinggung soal peluang jangka panjang dalam tema digitalisasi, contohnya cloud aman, SaaS (Software as a Service), dan kecerdasan buatan.
“Layanan cloud aman menjadi dasar semua pengalaman digital, dan kami mengestimasikan bahwa pasar komputasi cloud kemungkinan besar akan mencapai nilai lebih dari US$3 triliun. Meskipun ada beberapa tarikan rem, fundamental nampak kuat secara umum dalam sektor teknologi enterprise. Bahkan saat dunia sedang dibuka kembali, pembelajaran digital dari pandemi sedang dioperasionalkan dan diperluas, dengan perusahaan terus memperluas investasi teknologi ke bagian-bagian lain dari bisnis mereka untuk memungkinkan operasional yang lebih efisien dan ini membantu mendorong daya tahan secara umum di sektor teknologi B2B,” kata Curtis.
Adapun soal Indonesia, dibicarakan oleh Desmond Soon, Head of Investment Management, Asia (ex-Japan)/Portfolio Manager, Western Asset Management. Dia mengatakan Indonesia wajib diamati di dunia yang sedang berkembang, khususnya dalam hal pendapatan tetap. Pasalnya, pendapatan tetap, untuk pertama kalinya dalam beberapa dekade, menawarkan pendapatan yang sangat besar dan hasil yang sangat menarik akhir-akhir ini.
Bergerak maju dalam tiga hingga lima tahun yang akan datang, pendapatan tetap diharapkan akan menawarkan nilai bagus. Membeli obligasi kualitas tinggi untuk pelestarian modal, menghasilkan pendapatan dan liability immunization adalah caranya. “Pelestarian modal terutama jadi sangat penting di dunia yang sangat tidak pasti ini,” ujar Soon.
Di situlah Indonesia menunjukkan peluang yang bagus. Obligasi pemerintah 10 tahun Indonesia menunjukkan imbal hasil 7%, dan Rupiah adalah salah satu mata uang teratas tahun ini. “Sama halnya dengan obligasi India yang nampak menarik, dengan imbal hasil dari obligasi 10 tahun pemerintah India mencapai 7,25% saat India muncul dengan kuat setelah pandemi COVID-19 dan kepercayaan konsumen terhadap negara ini tinggi. Penting untuk menjadi bahan pertimbangan bahwa banyak negara-negara Asia Tenggara dan Asia Selatan akan mendapatkan keuntungan dari strategi diversifikasi China Plus One,” ucap Soon lagi.
Be First to Comment