Setelah pandemi mereda, orang-orang kini kembali berbelanja di toko. Tapi aktivitas belanja online sendiri tak serta merta ditinggalkan. Justru, pebelanja menginginkan pengalaman berbelanja yang berbeda. Misalnya, mereka ingin toko menyediakan layanan mandiri dengan teknologi do-it-yourself (DIY) di toko.
Fenomena inilah yang ditangkap oleh studi terbaru Zebra Technologies yang diterbitkan dalam laporan bertajuk 15th Annual Global Shopper Study. Studi ini dilakukan antara Juni dan Juli 2022, dengan mengumpulkan masukan dari lebih dari 4.000 pembuat keputusan di industri retail, staf toko, dan konsumen di seluruh dunia, termasuk responden Asia Pasifik dari Australia, China, India, Jepang, dan Selandia Baru.
Studi itu mendapati, hampir 75% konsumen di dunia (68% di Asia Pasifik) mengatakan bahwa inflasi membuat mereka harus menunda pembelian, tapi mereka masih kembali ke toko. Kebanyakan dari konsumen (76% di dunia, 68% di Asia Pasifik) ingin masuk dan keluar toko secepat mungkin. Mereka juga ingin mewujudkan hal itu karena semakin suka dengan teknologi layanan mandiri.
Secara global, interaksi konsumen dalam berbagai solusi layanan mandiri terus meningkat dengan hampir setengah dari konsumen menyebutkan bahwa mereka sudah pernah menggunakan layanan self-checkout, dan hampir empat dari 10 sudah menggunakan metode pembayaran nontunai.
Tren yang sama terjadi di Asia Pasifik, di mana layanan self-checkout digunakan oleh 47% konsumen, sementara 46% yang disurvei memilih untuk menggunakan metode pembayaran non tunai.
Sebanyak 43% konsumen di dunia (50% di Asia Pasifik) yang disurvei mengatakan lebih memilih membayar dengan perangkat seluler atau smartphone. Lebih dari setengah (50% di dunia, 48% di Asia Pasifik) lebih memilih layanan self-checkout, sementara yang lebih memilih di kasir yang dilayani staf toko menurun (55% di dunia, 51% di Asia Pasifik).
Mayoritas pengusaha retail yakin layanan kasir menjadi semakin kurang dibutuhkan dengan adanya teknologi otomatisasi. Di seluruh dunia, hampir setengah dari pengusaha retail sedang menyiapkan toko mereka, dengan mengubah area kasir tradisional menjadi area check-out dengan layanan mandiri dan nirsentuh.
Sentimen yang sama juga terjadi di Asia Pasifik – 79% pengusaha retail memandang bahwa staf kasir sudah tak terlalu dibutuhkan, sementara 53% telah mengubah ruang toko menjadi area layanan mandiri dan 52% menawarkan pilihan layanan nirsentuh.
Konsumen juga terus mengandalkan smartphone mereka untuk berbelanja; penggunaan smartphone di tahun ini mengindikasikan sensitivitas harga karena lebih dari setengah yang disurvei mengecek penjualan, harga spesial, atau kupon (51% global, 48% di Asia Pasifik), sejalan dengan mayoritas konsumen (68% di dunia, 67% di Asia Pasifik), yang berfikir untuk mengurangi pengeluaran untuk memenuhi berbagai kebutuhan.
Secara keseluruhan, konsumen sudah siap dengan kemajuan teknologi, di mana sekitar delapan dari 10 mengharapkan pengusaha retail memiliki teknologi terbaru.
Konsumen mengharapkan pengalaman yang seamless, bagaimanapun cara mereka berbelanja. Tujuh dari 10 lebih memilih berbelanja baik di toko maupun secara online, serta lebih memilih pengusaha retail online yang juga punya toko fisik.
Kenyamanan adalah yang paling utama untuk pemenuhan pesanan (fulfillment): kebanyakan konsumen (75% di dunia, 73% di Asia Pasifik) lebih menyukai opsi barang diantar, dan memilih bisnis retail yang menawarkan pengambilan di toko atau curbside pick-up (64% di dunia dan di Asia Pasifik).
Hal yang sama juga terjadi untuk reverse logistic: sekitar delapan dari 10 konsumen (80% di dunia, 77% di Asia Pasifik) lebih memprioritaskan belanja di retail yang menawarkan pengembalian barang (retur) yang mudah.
Hampir setengah dari pengusaha retail yang mengikuti survei (49% baik di dunia maupun Asia Pasifik) mengubah ruangan di toko mereka untuk menyediakan area pengambilan pesanan, sehingga mendukung preferensi konsumen terhadap layanan pemenuhan pesanan yang mereka inginkan.
Pemesanan melalui perangkat seluler juga terus meningkat, dengan sekitar delapan dari 10 konsumen dan sembilan dari 10 millennial menggunakan cara semacam itu, dan sekitar tujuh dari 10 konsumen ingin ada lebih banyak bisnis retail yang menawarkan layanan tersebut.
George Pepes, APAC Vertical Solutions Lead for Retail and Healthcare, Zebra Technologies, mengatakan dengan e-commerce yang kian normal saat ini, channel-channel yang ada telah menyatu sehingga penting bagi pengusaha retail untuk memastikan hadirnya pengalaman belanja yang mulus di seluruh platform offline dan online mereka. ”Yang lebih penting lagi, mereka harus memberdayakan para staf toko dengan teknologi yang tepat, sehingga mereka dapat menjalankan tugas dengan lebih baik, ketika sektor retail bergerak menuju masa depan pemenuhan pesanan masa depan,” kata dia.
Walau 79% konsumen di dunia (76% di Asia Pasifik) khawatir dengan kenaikan harga kebutuhan pokok akibat inflasi, mereka tidak begitu saja meninggalkan toko tanpa berusaha membeli barang yang mereka inginkan hanya karena harga. Tapi para staf di toko retail mengatakan komplain gara-gara stok barang habis adalah penyebab frustasi mereka yang paling utama (43% di dunia, 38% di Asia Pasifik).
Di dunia, sebanyak 76% konsumen meninggalkan toko tanpa barang yang mereka ingin beli, dengan 49% menyebutkan ketidaktersediaan stok sebagai alasannya. Di Asia Pasifik, jumlah konsumen yang tidak melengkapi belanjaan mereka lebih rendah secara keseluruhan (64%), dengan alasan di antaranya ketidaktersediaan stok (44%) atau menemukan penawaran yang lebih baik di tempat lain (27%).
Pengusaha retail sangat menyadari alasan tersebut; 80% mengakui memiliki visibilitas real-time terhadap ketidaktersediaan stok adalah tantangan yang sangat besar, yang membutuhkan tool pengelolaan inventori yang memiliki akurasi dan ketersediaan yang lebih baik (79% di dunia, 84% di Asia Pasifik).
Memanfaatkan tenaga kerja
Saat ini, hampir tujuh dari 10 konsumen puas dengan bantuan dari staf toko, dibandingkan dengan hanya 37% pada 2007. Secara umum, konsumen, staf toko dan pengambil keputusan retail setuju bahwa konsumen akan memiliki pengalaman yang lebih baik ketika staf toko menggunakan teknologi terbaru untuk membantu mereka.
Namun, ini bukan satu-satunya keuntungan, terutama dalam menghadapi masalah kekurangan tenaga kerja: Sebagian besar dari staf toko yang disurvei (78% di dunia dan 74% di Asia Pasifik) dan pengambil keputusan retail (84% di dunia, 82% di Asia Pasifik) setuju bahwa toko yang memanfaatkan teknologi retail dan perangkat seluler juga akan menarik dan membuat lebih banyak staf toko bertahan di perusahaan retail tersebut.
Untuk lebih meningkatkan pengalaman berbelanja, lebih dari delapan dari 10 pengusaha retail yang disurvei menargetkan untuk memiliki lebih banyak staf toko untuk membantu pelanggan memilih dan melakukan pemesanan online pada musim liburan 2022.
Ini juga menjawab tantangan lain yang disebutkan oleh tiga perempat pengusaha retail yang disurvei; yaitu meningkatkan efisiensi dalam pemenuhan pesanan pada pemesanan online (78% di dunia, 73% di Asia Pasifik) dan pengeluaran (77% di dunia, 71% di Asia Pasifik).
Eric Ananda, Country Manager Indonesia Zebra Technologies berkata ketika mengintegrasikan teknologi untuk membantu pengusaha retail memenuhi ekspektasi pelanggan, staf toko adalah touch point yang signifikan untuk meraih kesetiaan pelanggan dalam jangka panjang. Jika memungkinkan, pengusaha retail harus memperkuat high value yang diberikan oleh staf toko, dan melengkapi mereka dengan teknologi dan proses yang tepat untuk menjalankan operasional omnichannel yang terus berkembang.
“Saat pengusaha retail melihat ke masa depan, penting bagi mereka untuk menggunakan otomatisasi cerdas dan menggandakan dukungan pada staf toko mereka demi menyenangkan konsumen dan memenuhi permintaan mereka secara efektif,” ujar Eric.
Be First to Comment