Press "Enter" to skip to content

Kisah Kapal Penindak Pemburu Liar di Taman Nasional Komodo

Matahari baru saja merangkak bangun di ufuk timur Labuan Bajo, Rabu (23/8). Dengan suara menderu, speedboat ini menembus perairan Labuan Bajo menuju Pulau Rinca ke arah barat daya. Tubuh para penumpang ikut berguncang ketika kapal cepat ini membelah ombak pagi itu.

Dalam waktu sekitar 40 menit, kami tiba di Loh Buaya di Pulau Rinca, salah satu pulau yang menjadi habitat asli biawak komodo (Varanus komodoensis) di Taman Nasional Komodo yang berada di Provinsi Nusa Tenggara Timur.

Tapi dalam waktu 40 menit ada sejumput cerita tentang kapal cepat bernama Komodo 1, yang merupakan salah satu armada penegakan hukum yang dimiliki oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

Kapal ini sudah beroperasi sejak 21 Desember 2019, bersamaan dengan diresmikannya Kantor Pos Gakkum serta sarana dan prasarana pendukung kegiatan operasional berupa speedboat Gakkum Komodo 1 dan Kapal Badak Laut 1, yang berada di Labuan Bajo, Manggarai Barat, Provinsi Nusa Tenggara Timur.

Komodo 1 adalah speedboat yang antipeluru. “Kaca antipelurunya itu buatan Jerman, sementara body kapal ini buatan lokal,” kata salah seorang petugas, dengan suara keras, untuk mengalahkan suara kapal yang menderu.

Sebagai kapal gakkum alias penegak hukum, Komodo 1 memang harus mumpuni untuk menghadapi para pemburu liar yang bersenjata api. Kacanya didesain dengan kemiringan yang cukup untuk membuat peluru tergelincir.

Ada saja pemburu liar yang diam-diam memasuki kawasan TN Komodo untuk berburu rusa. Sebagai kawasan Taman Nasional, berburu satwa liar maupun menangkap ikan dengan cara-cara yang merusak lingkungan adalah terlarang. Tapi yang namanya tindak kriminal dapat saja terjadi. Untuk itulah Komodo 1 dirancang untuk sigap menghadapi para pemburu.

Komodo 1 bisa mencapai kecepatan hingga 40 knot. Tubuhnya cukup langsing untuk bermanuver dengan cepat dan siap menghadapi hujan peluru para pemburu.

Dengan dua kapal saja, memang belum bisa dikatakan maksimal untuk melindungi perairan kawasan TN Komodo yang memiliki setidaknya 142 pulau kecil dengan lima pulau utama sebagai habitat dari biawak komodo di Taman Nasional Komodo.

Apalagi biaya operasional kapal ini cukup mahal, sehingga penggunaannya harus betul-betul efektif. Tapi setidaknya, para pemburu liar tahu, bahwa tindakan mereka tidak akan pernah dibiarkan.

Kawasan TN Komodo sendiri memiliki luas total 173.300 Ha dengan luas wilayah perairan mencapai 114.801 Ha dan wilayah daratan mencapai 58.499 Ha.

TN Komodo memiliki 7 zonasi, yaitu: Zona Inti dengan luas wilayah 34.304,81 Ha, zona Rimba dengan luas wilayah 22.192,28 Ha,zona Perlindungan Bahari dengan luas wilayah 36.308,00 Ha, zona Pemanfaatan dengan luas wilayah 2.408,23 Ha, zona Tradisional Masyarakat Lokal dengan luas wilayah 18.172,59 Ha, zona Tradisional Pelagis dengan luas wilayah 59.601,00 Ha, dan zona Khusus dengan luas wilayah 313,09 Ha.

TN Komodo merupakan habitat asli Varanus komodoensis yang didominasi oleh padang sabana yang luas yang ditumbuhi oleh perdu, termasuk pohon gebang (Corypha sp.) dan lontar (Barrasus flabellifer), dengan ketersediaan sumber air tawar yang terbatas dan iklim yang relatif kering.

TN Komodo ditetapkan sebagai Cagar Biosfer Komodo Situs Warisan Dunia oleh UNESCO. Populasi komodo di taman nasional ini diperkirakan mencapai 5.700 ekor dan tersebar di seluruh wilayah Pulau Komodo, Rinca, Gili Motang, dan beberapa wilayah pulau lainnya yaitu di sebelah barat dan utara bagian Pulau Flores.

Komodo adalah kadal terbesar dan terberat di dunia, dikenal atas perawakannya yang raksasa dan penampilannya yang mengerikan, memiliki kemampuan yang efektif dalam memangsa satwa besar, dan mampu bertahan dalam kondisi yang sangat ekstrim.

Be First to Comment

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Mission News Theme by Compete Themes.