Press "Enter" to skip to content
Ilustrasi teleskop radio (Foto: commons.wikimedia.org/Richard Bartz)

Mengenal Teleskop Radio, Si Pengintip Semesta

Selain teleskop optik untuk pengamatan langit secara visual, sebenarnya ada satu lagi teleskop yang disebut teleskop radio yang berguna untuk mendengarkan dan menerima gelombang radio astronomi.

Teleskop radio pertama di dunia ada pada 1930-an yang dibangun oleh Jan H. Oort. Tapi keberadaan Teleskop radio ini juga tidak lepas dari yang pernah dilakukan oleh Jansky salah satu peneliti di Bell Telephone Laboratories yang pada saat itu menguji sistem penerima gelombang radionya.

Jansky kemudian secara tidak sengaja menemukan sinyal aneh yang tidak diperkirakan. Sinyal itu kemudian diamati dan pada akhirnya menyimpulkan bahwa gelombang radio yang dia temukan bukan dari komunikasi radio biasanya namun dari galaksi Milky Way. Jansky membandingkan data dari teleskop radio dengan data dari teleskop optik yang saat itu telah maju, dan kemudian dia menyimpulkan bahwa sinyal tersebut dari kontelasi sagitarius.

Prinsip kerja teleskop radio sama dengan sistem penerima radio yang pasif. Tapi perbedaannya ada pada antena yang cukup besar untuk dapat menerima signal yang sangat lemah karena dipancarkan dari temapat yang sangat jauh, ribuan tahun cahaya.

“Sehingga perlu menggunakan antenna khusus, juga sistem penerimaannya pun sangat khusus. Pengarahan antenannya tidak dapat sembarangan, perlu diarahkan pada planet yang dituju dan lebar beam harus sekecil mungkin, untuk mengurangi interferensi,” kata Peberlin Sitompul, Ph.D., peneliti Ahli Madya Pusat Riset Antariksa BRIN, seperti dilansir BRIN beberapa waktu lalu.

Teleskop radio dapat dibedakan menjadi beberapa jenis, yang dapat dibedakan dari frekuensi kerjannya. Frekuensi kerja ini yang akan menentukan jenis antena yang akan digunakan. Dipole array antenna merupakan antenna yang digunakan untuk frekuensi rendah sekitar 10 – 250 MHz. Namun, untuk penelitian difrekuensi yang lebih tinggi, hingga 900 GHz, biasanya menggunakan antena parabola. Bisa juga dibedakan dari jumlah antenna yang digunakan yaitu dengan single disk dan inferometer.

Teleskop radio adalah sistem penerima radio yang terdiri dari antena khusus dan penerima radio yang digunakan untuk mendeteksi gelombang radio dari pemancar radio astronomi di langit yang prosesnya secara alami. Sumber gelombang radio dari planet, bintang, nebula, dan galaksi yang sangat jauh, sehingga intensitasnya sangat lemah. Sehingga, Teleskop radio membutuhkan antena yang sangat besar untuk mengumpulkan energi radio yang cukup, dan juga membutuhkan peralatan penerima yang sangat sensitif.

Keberadaan teleskop radio ini memiliki beberapa tujuan misi, di antaranya untuk mempelajari pembentukan dan evolusi galaksi, memahami pembentukan bintang dan pembentukan planet, mempelajari sistem planet dan asal usul kehidupan, serta untuk studi kelahiran dan kematian bintang, dan molekul di Bima Sakti dan galaksi lain.

Di Indonesia, teleskop radio terdapat di Observatorium Nasional Timau di Bitobe, Amfoang Tengah, Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur. Observatorium ini berdiri di ketinggian 1.300 meter di atas permukaan laut. Wilayah ini memang masih minim polusi cahaya sehingga optimal untuk jadi kawasan pengamatan astronomi.

Fasilitas observatorium ini memiliki sejumlah fasilitas canggih untuk mengamati benda langit, seperti  teleskop optik berdiamater 3,8 meter, yang merupakan terbesar Asia Tenggara, teleskop survei berdiameter 50 sentimeter, dan teleskop matahari berdiameter 30 cm. Saat ini sedang dalam tahap pembangunan dua teleskop optik berukuran kecil dengan diameter 50 cm. Juga akan dibangun teleskop radio yang masih dalam tahap perencanaan, berbentuk parabola dengan diameter 20meter dan antenna Dipole Array berukuran 100meter x100meter. Observatorium Nasional juga memiliki magnetometer.

Be First to Comment

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Mission News Theme by Compete Themes.