Press "Enter" to skip to content
Ilustrasi AI atau kecerdasan buatan (Foto: Gerd Altmann/Pixabay)

AI, Agama, dan ‘Tuhan’ yang Baru

Dia robot, tapi dia juga biksu. Biksu robot Mindar namanya. Biksu Mindar memiliki tubuh seukuran manusia. Wajahnya dilapisi silikon dan terdapat kamera di matanya.

Biksu ini menggunakan AI untuk mendeteksi kehadiran jemaat. Dia hafal mantra Heart Sutra dan dapat melafalkannya kepada para peziarah di kuil Buddha di Kyoto, Jepang, sejak tahun 2019. Mantra kepada mereka dalam bahasa Jepang, disertai proyeksi dalam bahasa Mandarin dan Inggris untuk pengunjung asing.

Android ini dikembangkan oleh kuil Zen dan ahli robot Universitas Osaka Hiroshi Ishiguro dengan biaya hampir $1 juta. Robot tersebut dapat menggerakkan lengan, kepala, dan badannya – seperti mengatupkan kedua tangan saat berdoa – dan berbicara dengan nada yang tenang dan menenangkan, mengajarkan tentang kasih sayang dan juga bahaya kemarahan, nafsu, dan ego.

“Anda berpegang teguh pada ego egois,” kata robot itu memperingatkan jemaat. “Keinginan duniawi tidak lain hanyalah pikiran yang tersesat di lautan.”

Di belahan bumi lain ada sebuah gereja yang disebut Gereja Turing yang didirikan oleh konsultan teknologi informasi dan realitas virtual Italia, Giulio Prisco, sejak 2011. Gereja Turing sudah memiliki sekitar 800 anggota jemaat. Gereja ini didasarkan pada gagasan bahwa AI akan menempatkan manusia setara dengan alien yang mirip Tuhan dengan memberi mereka kecerdasan super.

Pricso berharap AI akan menempatkan manusia setara dengan alien yang mirip Tuhan. Dia meyakini ada lebih banyak lagi makhluk mirip Tuhan yang beroperasi dalam struktur realitas di bawah ruangwaktu, atau di luar ruangwaktu, dan mengendalikan alam semesta.

“Ilmu pengetahuan masa depan akan memungkinkan kita menemukannya, dan menjadi seperti mereka,” kata Prisco. “Keturunan kita di masa depan akan bergabung dengan komunitas makhluk mirip Tuhan di antara bintang-bintang dan seterusnya, dan menggunakan teknologi ‘ilahi’ yang transenden untuk membangkitkan orang mati dan membentuk kembali alam semesta.”

Di tempat lain ada perusahaan AI yang bernama IV.AI, yang ‘melatih’ kecerdasan buatan pada Alkitab versi terjemahan King James, dengan bot yang dapat membuat ayat-ayat Alkitab ‘baru’.

Seorang pakar interaksi manusia-komputer mengatakan bahwa orang-orang yang mengikuti nabi yang didukung AI mungkin percaya bahwa teknologi itu ‘hidup’. Respons yang dipersonalisasi dan tampak cerdas yang ditawarkan oleh bot, seperti ChatGPT, juga memikat orang untuk mencari makna dari teknologi tersebut.

Lars Holmquist, profesor desain dan inovasi di Nottingham Trent University, mengatakan kepada Daily Mail bahwa hasil AI generatif sangat terbuka untuk ditafsirkan, sehingga orang dapat membaca apa pun di dalamnya.

Holmquist mengatakan para psikolog secara historis telah membuktikan bahwa manusia menafsirkan interaksi mereka dengan komputer seperti hubungan sosial nyata. Jadi sangat mungkin bahwa orang-orang menggunakan AI untuk menemukan makna dan bimbingan, seperti yang terdapat dalam kitab suci agama, meskipun mungkin tidak ada makna sebenarnya di sana.

“Ada juga contoh orang yang menafsirkan chatbot AI sebagai makhluk dengan kesadaran – padahal sebenarnya tidak – sehingga menimbulkan isu teologis yang sangat menarik bagi mereka yang percaya bahwa manusia adalah ciptaan yang unik,” ucap Holmquist.

Hal serupa juga terjadi pada robot Sanctified Theomorphic Operator (SanTO) milik Gabriele Trovato yang bekerja seperti ‘Catholic Alexa’, yang memungkinkan jemaat untuk mengajukan pertanyaan terkait agama. Trovato adalah spesialis robotika dan profesor di Institut Teknologi Shibaura di Jepang.

SanTO adalah mesin ‘sosial’ kecil yang dirancang agar terlihat seperti orang suci Katolik setinggi 17 inci. “Fungsi utama SanTO adalah sebagai pendamping doa (khususnya bagi orang lanjut usia), dengan memuat banyak ajaran, termasuk seluruh Alkitab,” demikian bunyi situs Trovato. “SanTO menggabungkan elemen seni sakral, termasuk rasio emas, untuk menyampaikan perasaan sebuah obyek sakral, mencocokkan bentuk dengan fungsionalitas.’

Pada tahun 2015, insinyur mobil self-driving Perancis-Amerika Anthony Lewadowski mendirikan Way of the Future – sebuah gereja yang didedikasikan untuk membangun Tuhan baru dengan ‘moral Kristen’ menggunakan AI.

Gerakan religius lainnya yang ‘menyembah’ AI termasuk kelompok transhumanis, yang percaya bahwa di masa depan, AI dapat membangkitkan manusia menjadi makhluk mirip Tuhan. Orang-orang yang percaya pada ‘The Singularity’ mengharapkan suatu hari ketika manusia menyatu dengan mesin (yang diyakini oleh mantan insinyur Google, Ray Kurzweil, akan terjadi pada tahun 2045), mengubah manusia menjadi hibrida manusia-mesin – dan berpotensi membuka kekuatan seperti Tuhan.

Mengapa manusia memperlakukan AI seolah-olah mereka adalah makhluk hidup? Holmquist mengatakan chatbots pada masa lalu dapat melakukan percakapan singkat tentang topik tertentu. Namun chatbot baru seperti GPT-5 dan Google Gemini sangat mengesankan dalam pengetahuan dan kemampuannya. Dari sana, mudah untuk meyakini bahwa mereka benar-benar memiliki kesadaran.

Manusia cenderung memperlakukan komputer (dan mesin lainnya) seolah-olah mereka ‘hidup’. “Jadi seiring dengan semakin baiknya sistem AI generatif, tren ini menjadi semakin kuat. Bahkan saya sendiri ketika mengobrol dengan sistem ini saya sering memperlakukan mereka dan membicarakannya seolah-olah mereka adalah manusia,” ucap Holmquist.

Untuk saat ini, kemungkinan besar organisasi keagamaan yang ada masih akan menggunakan AI sebagai cara untuk menjangkau jamaahnya. Namun dalam jangka panjang, agama-agama baru yang berbasis teknologi mungkin akan muncul. “Jika saya berspekulasi, kita bisa membandingkannya dengan agama Shintoisme di Asia, di mana dunia fisik dihuni oleh roh dan penganutnya memperlakukan benda mati dengan hormat, seolah-olah benda tersebut dipenuhi roh. Saya belum pernah mendengar adanya pemujaan terhadap entitas perangkat lunak, namun saya tidak akan terkejut jika hal itu terjadi di masa depan!”

Be First to Comment

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Mission News Theme by Compete Themes.