Peneliti Indonesia dari LIPI dan peneliti Singapura dari National University of Singapore (NUS) menggelar penelitian bersama di Laut Jawa selama 14 hari, sampai 5 April mendatang. Penelitian bertajuk Ekspedisi Laut Jawa ini melibatkan 30 peneliti dan staf dari kedua negara dan menandai 50 tahun hubungan diplomatik kedua negara.
Ekspedisi digelar di Laut Jawa menggunakan Kapal Riset (KR) Baruna Jaya VIII milik LIPI. Peneliti yang terlibat dalam ekspedisi tersebut adalah para peneliti dari Pusat Penelitian Oseanografi LIPI bersama dengan dengan Lee Kong Chian Natural History Museum dan Tropical Marine Institute – NUS.
Ekspedisi bersama itu diharapkan akan menemukan banyak informasi baru tentang berbagai spesies yang hidup di laut dalam, sebab ini baru pertama kali dilakukan. “Ekspedisi ini sangat bermanfaat untuk masyarakat dan lingkungan. Banyak data dan informasi terkait kelautan yang akan dikumpulkan bisa menjadi pengetahuan baru,” ujar Plt Kepala LIPI, Bambang Subiyanto, di Jakarta, baru-baru ini.
Adapun Menristekdikti, Mohamad Nasir mengapresiasi kerja sama antara LIPI dan Singapura untuk secara bersama melakukan ekspedisi Laut Jawa. Kerja sama ekspedisi tersebut penting untuk hubungan baik kedua negara. “Kita berharap hasil ekspedisi ini bisa mendorong peneliti muda dan memperkuat riset di kedua negara,” ujarnya.
Dwi Listyo Rahayu, peneliti Pusat Penelitian Oseanografi LIPI menyebutkan, ekspedisi Laut Jawa kali ini akan banyak menguak biota laut dalam yang selama ini belum terungkap. Lokasi yang akan dituju dalam ekspedisi adalah lokasi yang belum pernah dieksplorasi sebelumnya.
“Hasil dari ekspedisi ini akan kami rilis pada 2020 karena proses identifikasi dan penelitian jenis spesimen yang ditemukan membutuhkan waktu yang lama,” ujar Dwi. Dia memperkirakan, temuan biota laut yang hidup pada laut dalam Jawa akan memiliki keunikan karena hidup di lingkungan yang tidak ditembus matahari.
Peter Ng, Head of the Lee Kong Chian Natural History Museum of the National University of Singapore, menjelaskan kerjasama penelitian itu adalah puncak dari diskusi dan penjajakan bersama untuk setiap kemungkinan selama 15 tahun. “Kami semua sangat bersemangat untuk mengetahui biota apa yang ada di daerah yang hampir belum pernah dijelajahi oleh ahli biologi mana pun,” ujar Ng.
Ng menjelaskan, Laut Jawa yang disebutnya sebagai daerah tanpa manusia ini mengandung kekayaan keanekaragaman hayati yang belum banyak dikenal dan dikaji dalam ilmu pengetahuan. “Memahami kekayaan ini penting karena kita tidak bisa melindungi kekayaan ini tanpa mengetahuinya terlebih dahulu. Ini adalah pertama kalinya Singapura dan Indonesia menyelenggarakan ekspedisi keanekaragaman hayati laut dalam bersama-sama.”
Dari sisi kebijakan pemerintah, Dirhamsyah, Kepala Pusat Penelitian Oseanografi menyatakan bahwa ekspedisi bersama ini memberikan manfaat ganda. “Selain untuk pengembangan ilmu kelautan, ekspedisi ini juga memberikan informasi kepada pemerintah dan bangsa Indonesia tentang potensi sumber daya laut yang ada di sekitar perairan tersebut yang dapat dimanfaatkan,” ujarnya.
Secara garis besar, ekspedisi akan dibagi dalam dua kegiatan besar. Pertama adalah kegiatan di atas kapal yang meliputi pengambilan sampel dengan peralatan seperti beam trawl dan epibhentic sledge, penangganan sampel, serta kompilasi data.
Selanjutnya yang kedua adalah kegiatan pasca ekspedisi yang meliputi penanganan lanjutan sampel, penyusunan laporan sementara, dan workshop. Studi tentang sampel ini diperkirakan akan memakan waktu bertahun-tahun dan hasilnya akan dibagikan dan didiskusikan dengan dunia pada lokakarya khusus yang akan diadakan di Indonesia pada tahun 2020.
“Ekspedisi ini diharapkan menguak keanekaragaman jenis biota laut dalam di Palung Jawa, tidak hanya untuk ilmu kelautan tapi juga melihat potensi biota laut dalam untuk bahan pangan atau manfaat lainnya,” ujar Dwi. Lebih lanjut lagi, ekspedisi ini juga diharapkan melatih peneliti-peneliti muda Indonesia untuk melakukan pekerjaan taksonomi morfologi bersama dengan peneliti dari negara lain.
Be First to Comment