Press "Enter" to skip to content
sampah laut (dok. pixabay)

Daur Ulang Plastik, Benarkah Konsep Gagal?

Kita semua mungkin pernah mendengar konsep daur ulang plastik sebagai salah satu solusi mengatasi limbah atau sampah plastik, bukan? Sebuah penelitian menemukan bahwa solusi itu sia-sia saja.

Laporan dari Greenpease USA yang dilansir pada awal pekan ini, menyatakan bahwa tingkat daur ulang plastik justru mengalami penurunan di saat produksi meningkat. Akibatnya, upaya untuk menciptakan ekonomi sirkular dalam penanganan limbah plastik tak ubahnya fiksi belaka.

Dilansir dari kantor berita AFP, studi bertajuk “Circular Claims Fall Flat Again” itu mendapati bahwa dari 51 juta ton sampah plastik yang dihasilkan oleh rumah tangga di AS pada tahun 2021, hanya 2,4 juta ton yang didaur ulang, atau sekitar lima persen saja.

Upaya daur ulang mencapai puncak pada 2014, yakni 10 persen. Setelah itu trennya terus menurun. Terutama sejak China berhenti menerima sampah plastik dari negara Barat pada tahun 2018.

Virgin production, yaitu dari bahan plastik non-daur ulang, justru meningkat pesat seiring dengan berkembangnya industri petrokimia. Menurut survei Greenpeace USA, hanya dua jenis plastik yang diterima secara luas di 375 fasilitas pemulihan material di negara itu.

Yang pertama adalah polyethylene terephthalate (PET), yang biasa digunakan dalam botol air dan soda; dan yang kedua adalah polietilen densitas tinggi (HDPE), yang digunakan pada botol susu, botol sampo, dan wadah produk pembersih.

Keduanya diberi nomor “1” dan “2” menurut sistem standar di mana ada tujuh jenis plastik. Walau secara teori dapat didaur ulang tidak berarti bahwa produknya benar-benar didaur ulang dalam praktiknya.

Laporan tersebut menemukan bahwa produk PET dan HDPE memiliki tingkat daur ulang aktual masing-masing hanya sebesar 20,9 persen dan 10,3 persen, sedikit turun dari survei terakhir Greenpeace USA pada tahun 2020.

Jenis plastik “3” hingga “7” – termasuk mainan anak-anak, kantong plastik, pembungkus produk, wadah yogurt dan margarin, cangkir kopi, dan wadah makanan siap saji – didaur ulang dengan laju kurang dari lima persen.

Meskipun sering membawa simbol daur ulang pada labelnya, produk yang menggunakan plastik jenis “3” hingga “7” gagal memenuhi klasifikasi dapat didaur ulang oleh Komisi Perdagangan Federal.

Soalnya, fasilitas daur ulang untuk jenis ini tidak tersedia di kebanyakan populasi, sebab produk yang dikumpulkan tidak digunakan dalam pembuatan atau perakitan barang baru.

Jadi, menurut laporan tersebut, ada lima alasan utama mengapa daur ulang plastik adalah “konsep yang gagal.”

Pertama, sampah plastik dihasilkan dalam jumlah besar dan sangat sulit untuk dikumpulkan. Walau ada upaya pembersihan sukarela, tetap saja hal seperti itu tidak efektif.

Kedua, bahkan jika semuanya dikumpulkan, sampah plastik campuran tidak dapat didaur ulang bersama, dan secara fungsional tidak mungkin untuk memilah triliunan keping sampah plastik konsumen yang dihasilkan setiap tahun.

Ketiga, proses daur ulang itu sendiri berbahaya bagi lingkungan, membuat pekerja terpapar bahan kimia beracun dan menghasilkan mikroplastik.

Keempat, plastik daur ulang membawa risiko toksisitas melalui kontaminasi dengan jenis plastik lain di tempat sampah, mencegahnya menjadi bahan food grade lagi.

Kelima, proses daur ulang sangat mahal. Plastik baru secara langsung bersaing dengan plastik daur ulang, dan jauh lebih murah untuk diproduksi dan berkualitas lebih tinggi.

Solusinya apa dong?

Laporan itu merekomendasikan perusahaan untuk mendukung Perjanjian Plastik Global, yang disetujui oleh PBB pada Februari, dan bergerak ke strategi “isi ulang dan penggunaan kembali”.

Beberapa negara cukup maju dalam menerapkan konsep ini. Seperti India, yang baru-baru ini melarang 19 barang plastik sekali pakai. Austria telah menetapkan target penggunaan kembali 25 persen pada tahun 2025 dan setidaknya 30 persen pada tahun 2030 untuk kemasan minuman. Sementara Portugal juga telah menetapkan 30 persen pada tahun 2030.Chile bergerak untuk menghapus peralatan makan sekali pakai dan mewajibkan botol isi ulang.

Be First to Comment

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Mission News Theme by Compete Themes.