Di saat moda transportasi publik becak dilarang di beberapa kota besar Indonesia, ternyata becak masih bisa dijumpai di Wamena, kota yang berada di ketinggian 1650 meter dari permukaan laut. Bahkan pemerintah Kabupaten Jayawijaya telah membuat peraturan daerah yang memproteksi becak agar tetap eksis di Wamena.
Wamena terletak di pegunungan tengah Papua, tidak ada jalur transportasi darat yang menghubungkan Kota Jayapura ke Wamena. Untuk menuju Wamena hanya dapat dicapai melalui transportasi udara, sehingga becak-becak ini diterbangkan dari Jayapura menggunakan pesawat kargo.
Mungkin becak di Wamena adalah becak termahal dan satu-satunya becak di dunia yang berada di daerah tinggi.
Bentuk becak di Wamena serupa dengan becak-becak yang ada di Kota Makassar.
Memang becak-becak ini didatangkan dari Makassar pada 1979, kemudian dikirim ke Jayapura menggunakan kapal laut.
Adanya becak ini telah mengubah kebiasaan masyarakat Wamena, yang sebelumnya suka berjalan kaki dalam semua aktivitasnya, kemudian lebih banyak naik becak pergi ke kantor, sekolah atau ke pasar.
Kehadiran becak di Wamena, walaupun laju becak ini tidak secepat ojek sepeda motor, sangat membantu warga, serta menjadi bagian dalam kehidupan sehari-hari warga. Becak sudah menjadi salah satu alat transportasi penting dan favorit digunakan masyarakat di Kota Wamena.
Becak berperan mempercepat mobilisasi warga dan telah menjadi simbol modernitas di Lembah Baliem. Selain itu becak juga mengubah relasi sosial dalam komunitas masyarakat di Lembah Baliem.
Ongkos naik becak ini tergantung jarak, untuk jarak terdekat biasanya Rp10.000, selebihnya akan dikenakan kelipatan Rp5000 atau 10.000. Namun untuk mencegah terjadi kesalahpahaman dan kekecewaan, sebaiknya melakukan penawaran dan kesepakatan bersama sebelum naik becak tersebut.
Pengayuh becak ini, rata-rata pemuda putus sekolah atau pemuda dari pedalaman yang mengadu nasib ke Kota Wamena.
Saat ini, moda transportasi di Wamena sangat beragam, ada ojek dan angkutan antarkota (angkot).
Di perda yang dibuat oleh Pemkab Jayawijaya, hanya putra asli setempat atau pemuda Suku Dani saja yang boleh menjadi pengayuh becak.
Penulis: Hari Suroto (arkeolog, tinggal di Jayapura) Bisa dihubungi di Instagram: @surotohari
Menyukai ini:
Suka Memuat...
Related
Be First to Comment