Press "Enter" to skip to content
(Foto: Dok BRIN)

Peneliti BRIN Temukan Spesies Baru Katak Pohon di Sulawesi

Tanah Sulawesi mengandung kekayaan biodiversitas yang luar biasa dan unik. Baru-baru ini, peneliti dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) berhasil menemukan satu spesies baru katak pohon dari genus Rhacophorus. Spesies baru ini menunjukkan perbedaan mencolok baik secara morfologis maupun genetik jika dibandingkan spesies-spesies Rhacophorus endemik Sulawesi yang sudah dikenal sebelumnya, yaitu R. edentulus, R. georgii, dan R. monticola.

Spesies baru tersebut diberi nama Rhacophorus boeadii, sebagai penghormatan kepada mendiang Drs. Boeadi, seorang naturalis dan ilmuwan dari Museum Zoologicum Bogoriense (MZB) yang telah berkontribusi terhadap dunia ilmu zoologi dan konservasi satwa herpetofauna di Indonesia.

Spesies baru ini ditemukan di dua lokasi berbeda di Pulau Sulawesi, yakni Gunung Katopasa dan Gunung Gandang Dewata. Spesies ini memperkaya daftar fauna endemik Sulawesi khususnya amfibi, serta mempertegas pentingnya konservasi keanekaragaman hayati di kawasan Wallacea.

Peneliti Herpetologi BRIN, Amir Hamidy, menjelaskan bahwa R. boeadii sp.nov. memiliki karakter morfologis yang membedakannya dari tiga spesies Rhacophorus Sulawesi lainnya, yakni R. edentulus, R. georgii, dan R. monticola. “Katak ini berukuran sedang, dengan panjang tubuh jantan sekitar 40-45 mm dan betina 48-54 mm. Ciri khas lainnya termasuk moncong jantan yang miring, kulit punggung kasar dengan bintik putih, serta pola bercak putih di sisi tubuh,” ujar Amir, dalam siaran pers.

Amir mengatakan penemuan ini merupakan hasil survei intensif yang dilakukan pada 2016 hingga 2019 di kawasan Gunung Katopasa (Sulawesi Tengah) dan Gunung Gandang Dewata (Sulawesi Barat). Analisis morfologi, genetika, serta suara panggilan jantan mendukung bahwa spesimen ini adalah spesies yang belum pernah dideskripsikan sebelumnya. “Kami sangat antusias dengan penemuan ini karena semakin membuka wawasan terhadap kekayaan biodiversitas Sulawesi yang unik. Namun, kami juga khawatir karena habitatnya yang terspesifikasi pada hutan dataran tinggi sangat rentan terhadap ancaman kerusakan habitat dan perubahan iklim,” ucap Amir.

Sebagai bagian dari kawasan Wallacea, Pulau Sulawesi dikenal sebagai hotspot keanekaragaman hayati dengan tingkat endemisme tinggi, terutama untuk kelompok amfibi. Sayangnya, tekanan terhadap habitat alami terus meningkat dan menjadi ancaman nyata bagi kelangsungan spesies endemik.

Penelitian ini telah dipublikasikan dalam jurnal ilmiah internasional Zootaxa (5569 (2): 201–230), dan menjadi referensi penting dalam studi taksonomi serta konservasi keanekaragaman hayati Indonesia.

Be First to Comment

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Mission News Theme by Compete Themes.