Press "Enter" to skip to content
kemacetan (dok. stux/pixabay)

Terjebak Kemacetan yang Tak Jelas? Sains Punya Solusinya

Pernahkah kamu menyetir di tengah kemacetan lalu lintas dan setelah lolos, kamu tidak tahu sama sekali apa penyebab kemacetan itu? Kemacetan itu disebut “Phantom traffic jam“.

Jadi, katakanlah suatu hari kamu menyetir dan kemudian terjebak dalam sebuah kemacetan lalu lintas yang parah. Lalu kamu akan mengemukakan sejumlah dugaan mengenai penyebabnya.

Tapi setelah menyetir dan menyetir, eh tiba-tiba kamu lolos dari kemacetan tersebut, dan sama sekali tak tahu apa penyebabnya. Itulah dia phantom traffic jam.

Kamu tahu, kemacetan tidak hanya menyebabkan kamu kelelahan dan menyia-nyiakan waktu. Secara ekonomi, kemacetan juga merugikan. Sebagai contoh saja Jakarta, menurut Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro, pada Desember tahun lalu, kemacetan Jakarta telah merugikan secara perekonomian sebesar Rp67 triliun per tahun.

Nah, ilmuwan baru-baru ini menemukan solusi bagi phantom traffic jam. Jagalah jarak yang sama antara mobil, dan jangan lakukan tailgating, alias menyetir terlalu dekat dengan buntut mobil di depanmu.

Profesor Berthold Horn dari fakultas Ilmu Komputer Massachusetts Institute of Technology (MIT), kepada Live Science mengatakan phantom traffic jam adalah situasi yang muncul akibat arus kendaraan di jalan raya.

Phantom traffic jam dimulai saat sebuah mobil di sebuah kepadatan lalu lintas melambat sedikit. Nah, mobil di belakangnya kemudian akan melambat juga, bahkan lebih lambat dari yang di depannya. Lalu aksi lambat melambat ini berlanjut ke belakang seperti gelombang, yang makin memburuk. Mobil yang jauh di belakang akhirnya berhenti total, kalau tak mau menubruk mobil di belakangnya.

Horn sudah meneliti fenomena ini sekian tahun dan akhirnya menemukan solusinya. Caranya dengan memberi ruang antara mobil kita dan mobil yang di depan. Begitu juga mobil yang di belakang. Lakukan penyesuaian jarak secara konstan, sehingga efek lambat-melambat tadi tidak meluas.

Metode yang dipublikasikan di jurnal IEEE Transactions on Intelligent Transportation System ini disebut vehicle spacing bilateral control. Horn mengatakan, dengan teknologi hal itu bisa dicapai. Yakni dengan memodifikasi teknologi adaptive cruise control (ACC) yang ada di kebanyakan mobil baru. Tapi secara manual, ya tadi itu, aturlah jarak mobilmu dengan kendaraan yang di depan dan di belakang sehingga ada ruang yang cukup besar.

Inspirasi penelitian itu berasal dari pengamatan kawanan ikan dan burung serta kelelawar, yang bisa terbang atau bergerak dalam kelompok sangat besar, tapi tidak bertabrakan satu sama lain. Rupanya, mereka juga menerapkan strategi bilateral control tadi.

Masalahnya, manusia seringkali kesulitan untuk menentukan jarak di antara kendaraan mereka. Oleh sebab itu, Horn dan timnya sedang bekerja dengan Toyota untuk menerapkan teknologi itu di sistem adaptive cruise control. Di depan dan belakang mobil akan dipasangi sensor untuk mengatur jarak antar kendaraan.

Tapi sebelum itu disebarluaskan ke mobil-mobil yang ada di jalanan, ada baiknya untuk tidak melakukan tailgating. Sebab tailgating hanya akan menjebakmu ke dalam phantom traffic jam yang tak jelas itu.

Be First to Comment

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Mission News Theme by Compete Themes.