Pada hari Kartini yang diperingati setiap 21 April, rasanya menarik untuk melihat bagaimana peran perempuan dalam dunia sains, yang untuk sementara ini masih terasa ‘maskulin’. Tak hanya sulit mendapat pekerjaan di bidang sains, perempuan yang berada di dalamnya pun masih merasakan diskriminasi.
Seperti hasil riset Pew Research Center pada awal 2018 lalu, disebutkan bahwa 29 persen perempuan yang bekerja di dunia sains diperlakukan seakan tidak kompeten. Mereka juga dinilai tak bisa belajar banyak sebagaimana kolega pria (29 persen), kurang dihargai (20 persen), dan kurang didukung oleh pemimpin dibandingkan kolega pria (18 persen)
Meski masih ada perlakuan semacam itu, bukan berarti saintis perempuan tak banyak yang berkontribusi besar dalam dunia sains. Juga, dorongan supaya perempuan terjun ke dunia sains juga masih besar.
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) termasuk yang mendorong kaum perempuan untuk terjun ke dunia sains dan berperan besar di sana.”LIPI berupaya mendorong wanita Indonesia untuk membangun sains dan mengajak mereka agar tidak takut menggeluti bidang yang kurang feminim,” kata Dr. Tri Nuke Pudjiastuti, Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Sosial dan Kemanusiaan (IPSK) LIPI, dalam keterangannya yang diterima portalsains.org.
Nuke menyebutkan bahwa jumlah peneliti perempuan di LIPI sudah cukup signifikan. Berdasarkan data Sistem Informasi Pegawai (SIMPEG) LIPI, jumlah peneliti wanita sebanyak 723 orang yang tersebar di 50 satuan kerja seluruh Indonesia. “Dari ratusan peneliti wanita ini, LIPI memiliki sederet kisah inspiratif dari peran mereka, yang diharapkan bisa memotivasi wanita Indonesia lainnya,” ujarnya.
Peneliti wanita yang inspiratif itu antara lain Hellen Kurniati (Peneliti Herpetologist Pusat Penelitian Biologi LIPI), Maria Margaretha Suliyanti (Peneliti Laser Pusat Penelitian Fisika LIPI), dan Mutia Dewi Yuniati (Peneliti Mineral Processing Pusat Penelitian Geoteknologi LIPI).
Hellen Kurniati bergabung dengan LIPI pada 1988. Fokus bidang penelitian yang ditekuni terkait dengan buaya dan suara kodok. Dia pun mempelajari tentang pola perilaku buaya secara mendetail. Tidak hanya itu, dirinya juga tekun dalam penelitian tentang pola perilaku kodok dan juga suaranya untuk kepentingan konservasi.
Maria Margaretha Yulianti menjadi bagian dari LIPI sejak 1986. Maria fokus pada penelitian Spectroscopy dan pengembangan laser. Spectroscopy adalah studi tentang radiasi elektromagnet laser. Maria meraih gelar Doktor di Universitas Indonesia pada 2006 dengan penelitian Opto Elektronika dan Aplikasi Laser.
Sedangkan, Mutia Dewi Yuniati sosok peneliti muda yang bergabung dengan LIPI sejak 2006. Mutia meraih gelar Doktor Mineral Processing, Recycling and Environmental Remediation Laboratory dari Department of Earth Resources Engineering, Faculty of Engineering pada 2015 di Kyushu University Jepang. Fokus penelitiannya terkait mineral processing seperti remidiasi atau kegiatan untuk membersihkan permukaan tanah yang tercemar. Selain itu, Mutia juga melakukan riset tentang rekayasa mineral untuk pengolahan limbah tambang.
Sementara itu, Microsoft beberapa waktu lalu mengadakan diskusi mengenai peluang perempuan di bidang sains, teknologi, teknik, dan matematika, yang biasa disingkat STEM. Microsoft Indonesia
mengajak tiga tokoh wanita dalam bidang STEM mengikuti sesi berbagi bertajuk “Inspirasi Perempuan Muda Indonesia di Bidang STEM”. Mereka juga diminta memberikan tips dan arahan untuk para perempuan muda Indonesia agar mereka lebih percaya diri dan terus belajar untuk menunjukkan bahwa perempuan memiliki potensi yang besar untuk berkembang di industri STEM.
“Microsoft percaya bahwa ada tiga area kunci untuk mendorong perempuan muda untuk masuk ke dalam karier yang berhubungan dengan STEM,” kata Nina Wirahadikusumah, Enterprise Commercial Director Microsoft Indonesia, yang sudah menjadi pemimpin di perusahaan teknologi besar selama 20 tahun. “Tiga area kunci itu adalah meningkatkan eksposur dengan tokoh panutan di bidang STEM, menciptakan peluang dengan pengalaman langsung yang menunjukkan bagaiman STEM dapat membentuk masa depan dan membantu seseorang membayangkan masa depan bersama STEM.”
Eksposur terhadap tokoh panutan perempuan mematahkan stigma umum di masyarakat bahwa STEM adalah maskulin dan bidang tersebut diperuntukkan untuk laki-laki. “Sekolah-sekolah saat ini dapat mengubah persepsi anak perempuan terhadap bidang STEM dengan cara memberikan eksposur terhadap role model bagi siswa perempuan melalui kerjasama dengan tokoh-tokoh perempuan setempat, seperti alumni, yang menekuni bidang STEM untuk berbagi cerita bahwa perempuan berperan sangat penting dalam bidang STEM,” kata Hanifa Ambadar, Founder & CEO jaringan media digital, Female Daily Network.
Selain itu, sekolah–sekolah juga dapat mengimplementasikan pengalaman langsung untuk siswi di usia muda dengan menggunakan perangkat yang akrab dengan siswi, seperti tablet dan PC. Teknologi itu sendiri dapat membantu siswi dalam mempelajari bidang studi STEM dengan cara yang lebih mudah dicerna. “Pengalaman langsung membentuk hard skill dan soft skill yang diperlukan perempuan muda untuk bekerja di bidang STEM. Dengan pengalaman langsung, perempuan muda akan mendapatkan keahlian yang berharga seperti pemikiran kristis, kreativitas, pemecahan masalah, dan keterampilan komunikasi,” kata Alamanda Shantika, seorang engineer di startup termuka di Indonesia yang mejadi pendiri sekolah teknologi gratis Binar Academy.
Be First to Comment