Arkeolog dalam merekonstruksi kebudayaan masa lalu, salah satunya dengan menggunakan teknik eksperimental arkeologi. Eksperimental arkeologi merupakan data banding yang diperoleh dengan cara melakukan suatu perilaku tiruan yang mengacu pada masalah yang akan dipecahkan.
Kajian ini didasari penalaran induktif sehingga kedudukannya hanya bersifat memberikan contoh untuk interpretasi, menyajikan kemungkinan awal, atau menilai kelayakan hipotesis.
Di Papua, teknik eksperimental arkeologi pernah dilakukan oleh Coralie Girard dan Fanette Reyjasse, keduanya merupakan mahasiswa arkeologi Universitas Bordeaux, Prancis.
Berdasarkan hasil pengamatan terhadap motif hias yang tertera pada batu-batu megalitik Tutari dibuat dengan teknik gores. Namun belum diketahui jenis alat yang digunakan untuk membuat goresan tersebut.
Maka di tempat yang berbeda, kedua mahasiswa Prancis tersebut melakukan uji coba membuat goresan pada batu gabro. Batu ini sejenis dengan batu yang menjadi media goresan motif Situs Megalitik Tutari.
Goresan dibuat dengan menggunakan logam, kapak batu, batu cycloop dan batu gabro. Hasilnya menunjukkan bahwa goresan menggunakan batu cycloop memiliki persamaan dengan goresan yang ada di Tutari.
Jadi diperkirakan pada masa prasejarah, motif hias yang tertera pada batu-batu Situs Megalitik Tutari dibuat dengan menggunakan batu cycloop. Batu cycloop memiliki tingkat kekerasan lebih tinggi dari pada gabro.
Penulis: Hari Suroto (arkeolog, tinggal di Jayapura)
Be First to Comment