Dalam budaya Papua, setiap suku umumnya memiliki rumah adat sebagai lembaga pendidikan tradisional guna menyiapkan anak/remaja dalam proses inisiasi dengan keterampilan, nilai/norma-norma, tata krama untuk memasuki usia dewasa dan hidup mandiri sebagai anggota masyarakat.
Masyarakat yang tinggal di Pulau Asei, sebuah pulau kecil di tengah Danau Sentani memilik rumah adat Walofo Mauw, rumah ini dibangun sebagai sebuah model atau anjungan yang menggambaran rumah adat Sentani serta sebagai pusat budaya Sentani bagian timur.
Pada masa lalu, rumah adat ini digunakan sebagai media pendidikan bagi anak dan remaja, khususnya laki-laki. Rumah adat Walofo Mauw di Pulau Asei itu memiliki atap berbentuk kerucut.
Secara tradisional, arsitektur rumah Walofo Mauw mempunyai tiga tingkatan. Tingkatan pertama sebagai tempat anak-anak yang mengikuti inisiasi, lalu tingkatan kedua sebagai tempat dari para pengajar dan tingkatan ketiga sebagai tempat dari “Dewa Bhome” yang diyakini sebagai penguasa dari Pulau Asei.
Saat ini model rumah Walofo Mauw di Pulau Asei kondisinya tidak terawat, karena sebagian atap rumbianya terlepas.
Rencana awalnya, rumah itu akan dijadikan sebagai tempat penyimpanan benda-benda budaya masyarakat, tetapi hingga saat ini rumah tersebut tidak difungsikan. Hanya sesekali dikunjungi turis yang datang ke Pulau Asei untuk membeli lukisan kulit kayu.
Rumah adat Walofo Mau harus dilestarikan sebagai warisan budaya Sentani, yaitu dengan mengganti bagian-bagian yang rusak serta atap rumbia secara berkala dan membersihkannya tiap hari.
Model rumah adat ini jika dikelola dengan baik dapat menjadi daya tarik wisata dan dapat mendukung rangkaian Festival Danau Sentani. Perlu ada kerja sama dari semua pihak, baik pemerintah dan masyarakat guna melestarikan rumah adat.
Penulis: Hari Suroto (arkeolog, tinggal di Jayapura) Bisa dihubungi di Instagram: @surotohari
Be First to Comment