Perahu bagi suku Sobey, Sarmi sebagai alat lalu lintas melalui air. Ada pula perahu yang khusus dipakai dalam rangka berdagang, berperang, menangkap ikan dan untuk ke kebun. Perhiasan perahu adalah suatu seni mengukir dan melukis, yang telah dikenal oleh nenek moyang pada masa lampau untuk memperindah haluan dan buritan pada bagian badan perahu.
Motif hias perahu suku Sobey terdiri atas terumbu karang, ikan, burung, manusia, cicak,anjing, kura-kura. Warna motif hias perahu dibuat dengan pewarna dari alam. Warna merah dari tanah liat.Hitam dari jelaga dicampur dengan getah pohon. Warna putih dari getah pohon dicampur kapur.
Perahu digunakan untuk berlayar antar pulau. Perahu juga digunakan untuk mengangkut komoditas barang yang dibarter seperti gerabah. Perempuan menggunakan perahu untuk pergi ke muara sungai atau rawa bakau untuk mencari kepiting, udang atau kerang. Perahu berukuran besar digunakan untuk berdagang antar pulau. Perahu ini bercadik dan menggunakan layar yang terbuat dari anyaman daun tikar. Perahu suku Sobey memiliki satu cadik.
Warisan turun-temurun dari nenek moyang turut membentuk kebiasaan masyarakat dalam menangkap ikan. Hal paling mudah dijumpai adalah adanya mitos mengenai hantu laut. Orang-orang pesisir utara Papua sangat percaya bahwa laut memiliki kekuatan gaib yang dapat menjadi sumber kebaikan dan kesejahteraan bagi masyarakat yang tetap menjaga keselarasan dengan “penguasa” laut. Sebaliknya akan mendapat bencana seperti gelombang tinggi, cuaca buruk, orang yang mati tenggelam atau diserang ikan hiu, serta berkurangnya hasil tangkapan ikan bagi nelayan.
Ada kawasan pulau, pantai dan laut yang disakralkan yang dijaga oleh suanggi — setan laut. Setiap orang yang melewati kawasan itu harus memberi salam dan mempersembahkan saji-sajian. Tidak boleh berbuat jahat seperti membuang sampah, berkata kotor, menangkap penyu, dan dilarang melaut kalau melihat ikan paus.
Adanya tradisi dalam bentuk mitos dan simbol-simbol dari alam yang diwariskan dari nenek moyang tersebut telah membentuk kebiasaan atau pengalaman masyarakat tentang “hari baik” beraktivitas di laut dengan memprediksi kondisi alam seperti iklim, arus, gelombang, adanya migrasi burung-burung untuk menentukan lokasi kumpulan ikan, jenis ikan, penyu bertelur dan kondisi biota laut lainnya.
Penulis: Hari Suroto (Arkeolog, tinggal di Jayapura) Bisa dihubungi di Instagram: @surotohari
Be First to Comment