Press "Enter" to skip to content

Perlunya Manajemen Bencana di Situs-Situs Arkeologi Papua

Papua merupakan daerah yang sangat rawan bencana alam seperti gempa bumi, tanah longsor, abrasi air laut, dan banjir. Secara geologi Papua merupakan titik temu lempeng Australia dan lempeng Pasifik yang berpotensi menimbulkan bencana alam gempa bumi.

Gempa bumi menjadi ancaman bagi gua-gua prasejarah dan bangunan peninggalan Belanda di Papua. Penambangan liar dan penggundulan hutan berpotensi menimbulkan tanah longsor. Tanah longsor mengancam situs tugu Mac Arthur di Sentani akibat penambangan galian C. Penggundulan hutan berpotensi menyebabkan banjir. Banjir Wasior telah memusnahkan sebagian bangunan-bangunan cagar budaya peninggalan Belanda.

Penanggulangan ancaman bencana terhadap cagar budaya Papua yaitu perlu mengidentifikasi jenis ancaman bencana, perlu pendataan situs cagar budaya yang rentan terhadap bencana. merencanakan dan menentukan skala prioritas penanggulangan bencana terhadap cagar budaya, menyiapkan sarana, prasarana, dan aksebilitas untuk penyelamatan apabila terjadi bencana serta pelatihan siaga bencana pada masing-masing cagar budaya. Selain itu perlu kerjasama dan koordinasi yang baik antar pihak terkait dengan unsur masyarakat dalam upaya penanggulangan bencana.

Kota Merauke memiliki ketinggian 3,5 m di atas permukaan laut, didominasi oleh tanah alluvial yang riskan terhadap kemunduran garis pantai karena ancaman abrasi. Permukaan tanah yang rendah menyebabkan air tanah terdesak ke arah darat karena intrusi air laut, selain itu juga rawan terhadap banjir.

Tanggul pasir penahan ombak Laut Arafura peninggalan Belanda yang membentang sepanjang pantai Lampu Satu hingga Payum telah musnah karena tidak terawat. Kanal dan pintu air peninggalan Belanda guna mengatasi banjir di Kota Merauke juga tidak terawat.

Pada masa lalu Belanda membangun Merauke memperhatikan kondisi lingkungan setempat, dan meniru Kota Amsterdam. Kondisi peninggalan Belanda saat ini tidak dipelihara. Berpotensi menimbulkan banjir.

Guna menyelamatkan Kota Merauke dari bahaya banjir dan tenggelam oleh air laut, maka perlu penanganan bersama dari pihak terkait, yaitu dengan cara:

1. Mengembalikan fungsi kanal yang berubah jadi pemukiman padat. Membangun kembali tanggul pasir di sepanjang garis pantai.
2. Melakukan penataan tata ruang dan tata wilayah.
3. Pembuatan batas kawasan yang jelas.
4. Perlu perbaikan bagian kanal yang rusak, perbaikan tanggul dan pintu air.
5. Perbaikan lingkungan.
6 Pembuatan sistem drainase.
7. Pembersihan kanal.

Revitalisasi dan rehabilitasi kanal dan tanggul peninggalan Belanda akan menyelamatkan Kota Merauke. Kanal peninggalan Belanda dapat dikategorikan sebagai situs arkeologi yang dilindungi oleh Undang-Undang No. 11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya.

Penulis: Hari Suroto (arkeolog, tinggal di Jayapura) Bisa dihubungi di Instagram: @surotohari

Be First to Comment

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Mission News Theme by Compete Themes.