Belut ini memiliki nama latin Anguilla anguilla atau dikenal pula dengan nama belut Eropa. Beberapa cerita berikut ini membuat belut ini sungguh misterius.
Dilansir dari Daily Mail, belut Anguilla anguilla disebut bisa hidup sampai seratus tahun. Belut ini bisa menggeliat melintasi tanah darat untuk berpindah tempat. Bahkan, yang anehnya lagi, ia bisa terlihat seperti mati dan mengering, tapi kemudian hidup kembali.
Selama keberadaannya, belut berubah menjadi empat versi berbeda. Ia menempuh perjalanan ribuan mil sambil bertransformasi dari makhluk laut menjadi makhluk air tawar dan kembali lagi menjadi makhluk laut. Lalu, belum pernah ada yang melihat belut ini berkembang biak, dan tidak ada yang pernah melihat belut dewasa di laut Sargasso di Atlantik, tempat di mana mereka dipercaya berkembang biak.
Laut Sargasso sendiri adalah perairan seluas dua juta mil persegi yang menyimpan misteri. Perairan ini dibatasi bukan oleh daratan melainkan oleh empat arus samudra yang besar. Perairan ini berputar seperti pusaran arus yang lambat dan hangat di dalam lingkaran arus yang tertutup, dan terletak sedikit di timur laut Kuba dan Bahama, di timur Utara Pantai Amerika.
Di sini, gelombang besar ganggang coklat lengket, sargassum, dan rumput laut mengambang membentang ribuan kaki membuat perairan biru tua yang kaya dan penuh perlindungan, rumah bagi keanekaragaman hayati yang luar biasa. Dari mana kita tahu belut eropa berasal dari sini?
Setidaknya kita tahu atau kita pikir tahu bahwa belut eropa ini berasal dari Sargasso berkat pengembaraan Johannes Schmidt, seorang ahli biologi kelautan Denmark, selama 20 tahun. Pada 1904, dia menaiki kapal uap, bertekad untuk mencari tahu di mana belut dilahirkan. Kebanyakan orang kemudian mengira bahwa Mediterania adalah tempat pemijahan makhluk-makhluk itu, tetapi Schmidt tidak mempercayainya.
Satu-satunya cara untuk mengetahuinya adalah dengan menjaring di lautan sampai ia menemukan belut yang baru menetas pada tahap pertama siklus hidup mereka. Dia menemukan larva belut berbentuk pipih, transparan, dan hanya beberapa milimeter panjangnya. Hampir satu dekade menjelajahi dari Kepulauan Faroe ke Azores dan di sepanjang pantai Eropa dan Afrika, Schmidt mendapati bahwa semakin jauh ke barat, semakin kecil larva yang ditemukannya. Pada tahun 1923 dia menyimpulkan, rumah belut itu adalah Laut Sargasso yang aneh.
Jauh sebelum Schmidt, pada abad keempat SM, Aristoteles sudah tertarik pada belut ini. Dia mengamati kolam yang mengering dan ketika hujan datang, kolam itu tiba-tiba sudah berisi belut. Bagaimana mereka sampai di sana? Aristoteles mengira, belut ‘tumbuh secara spontan di lumpur dan di tanah yang lembab’.
Lalu pada tahun 1876, seorang pemuda Austria, Sigmund Freud, pergi ke Trieste di pantai Adriatik dengan satu ambisi: dia akan menemukan testis belut, dan dengan demikian memecahkan misteri bagaimana belut itu berkembang biak. Berhari-hari dia bergelut dengan lendir belut, mencari testis, dan tak berhasil.
Lantas apa jawabannya bagi misteri belut? Apa yang menghubungkan larva transparan, yang terbawa arus laut, dengan belut dewasa tanpa organ reproduksi? Jawabannya adalah triple metamorphosis. Saat mencapai pantai, larva belut berubah menjadi ‘belut kaca’, atau elver. Dari elver, belut ini berubah menjadi versi ketiga: belut kuning.
Dengan rahang yang kuat, insang, sisik kecil, dan sirip lembut sepanjang tubuh berototnya, belut ini menempuh jarak ratusan kilometer melalui anak sungai, melintasi ladang, dan ke atas sungai sampai menemukan tempatnya. Di sana ia tetap tinggal, berburu di malam hari. Dia bisa berbaring tak bergerak di lumpur selama berminggu-minggu.
Antara 15 dan 30 tahun setelah tinggal di tempat itu, belut kuning akan berangkat ke laut, berubah menjadi versi keempatnya: belut perak. Punggung kuning, coklat atau abu-abu berubah menjadi hitam. Sisi-sisi tubuhnya menjadi berwarna perak. Sirip tumbuh lebih kuat dan lebih panjang. Matanya menjadi lebih besar.
Anehnya, belut ini tidak akan makan lagi. Perutnya larut. Mereka berkembang biak dalam perjalanan kembali ke Sargasso, di tempat mereka akan mengeluarkan telur-telurnya. Tapi, belum pernah ada yang menemukan belut perak di Laut Sargasso. Dan satu fakta lagi, populasi hewan ini sendiri sudah terancam punah. Sejak 1970-an, populasinya sudah menurun sampai 90 persen. Penyebabnya antara lain penangkapan yang berlebihan, parasit, halangan untuk bermigrasi karena pembangunan waduk, serta perubahan alam di osilasi Atlantik Utara, arus Teluk, dan arus Atlantik Utara.
Be First to Comment