Press "Enter" to skip to content
Ilustrasi Selat Muria (Foto. commons.wikimedia.org/screenshot)

Selat Muria, Benarkah Muncul Kembali?

Dulu ada selat yang menghubungkan Pulau Jawa dan Pulau Muria dan merupakan daerah lintasan perdagangan yang ramai untuk kota-kota seperti Demak, Jepara, Pati, dan Juwana. Namun pada sekitar tahun 1657, endapan sungai yang bermuara di selat ini terbawa ke laut sehingga selat ini semakin dangkal dan menghilang. Alhasil Pulau Muria menyatu dengan Pulau Jawa.

Namun, sejak terjadinya banjir berkepanjangan yang melanda Kabupaten Demak dan sekitarnya, Selat Mulai menjadi hangat diperbincangkan. Benarkah selat ini muncul kembali? Kepala Pusat Riset Kebencanaan Geologi BRIN, Adrin Tohari, mengatakan penelitian terhadap Selat Muria perlu dilakukan.

“Isu munculnya Selat Muria ini perlu dilihat dari kejadian bencana banjir besar yang terjadi di wilayah pesisir Demak akibat faktor cuaca ekstrim dan juga kontribusi penurunan tanah. Untuk itu riset terkait aspek cuaca ekstrim, dan penurunan tanah sangat penting dilakukan di wilayah pesisir Demak,” kata Adrin seperti dilansir BRIN.

Riset terkait aspek cuaca ekstrim dan penurunan tanah di wilayah pesisir Demak merupakan langkah penting untuk memahami dan mengurangi risiko bencana. Tim periset dari LIPI sebelumnya telah melakukan riset pada tahun 2017-2019 yang mengungkapkan bahwa laju penurunan tanah di wilayah Kota Demak mencapai 2,4 – 2,5 cm/tahun, disebabkan oleh proses pemadatan alami dan penurunan muka air tanah.

Di sisi lain, fokus riset di Pusat Riset Kebencanaan Geologi BRIN terkait dengan empat jenis bencana geologi utama: gempa bumi, tsunami, gunungapi, dan gerakan tanah. Ada lima fokus riset yang dijalankan, meliputi riset dan inovasi terkait bahaya gempa bumi, tsunami, gunung api, gerakan tanah, serta kajian risiko dan resiliensi bencana geologi.

Kegiatan riset dan inovasi yang dilakukan mencakup pemetaan dan pemodelan sumber bahaya geologi, dengan tujuan mendapatkan pemahaman yang komprehensif terkait karakter sumber bahaya geologi dan periode ulang kejadian. Selain itu, fokus juga diberikan pada pengembangan teknologi pemantauan dan peringatan bahaya geologi, yang telah diimplementasikan di beberapa daerah risiko bencana geologi, seperti zona Sesar Lembang dan wilayah Selat Sunda.

Adrin menegaskan bahwa riset dan inovasi di bidang kebencanaan geologi merupakan langkah krusial dalam memitigasi risiko bencana secara efektif. Dengan pemahaman yang mendalam terhadap karakteristik sumber bahaya geologi dan penerapan teknologi pemantauan yang tepat, diharapkan masyarakat dapat lebih siap menghadapi ancaman bencana alam, termasuk potensi risiko di sekitar Selat Muria.

Be First to Comment

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Mission News Theme by Compete Themes.