Press "Enter" to skip to content
Kapal OceanXplorer (Dok. OceanX.org)

Hasil Riset Kapal OceanX Diserahkan kepada BRIN

Kapal Riset OceanXplorer yang ditumpangi peneliti Indonesia dan asing telah menyelesaikan misi tahap ketiga. Sebanyak 500 sampel penelitian dari misi tahap 1 dan 2 disebutkan telah diserahkan kepada Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).

Data dan temuan dari kapal tersebut adalah milik Indonesia dan akan digunakan untuk mendesain dan menempatkan area konservasi laut, pengelolaan perikanan, dan mitigasi bencana alam yang lebih baik terkait gempa bumi dan tsunami di Sumatera.

Direktur Pengelolaan Armada Kapal Riset, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Nugroho Dwi Hananto, mengatakan hasil dari misi penelitian ini akan mendukung tujuan dan komitmen Indonesia terhadap Visi Kementerian Kelautan dan Perikanan pada 2045, yakni penciptaan kawasan konservasi laut di 30 persen wilayah perairan Indonesia, perikanan berbasis kuota, mendukung keselarasan Indonesia dengan Dekade Ilmu Pengetahuan Kelautan atau Ocean decade PBB, dan memahami perbaikan kondisi laut.

Kapal riset OceanXplorer terlibat dalam program Misi Indonesia 2024 bersama organisasi nirlaba OceanX. Penelitian ini melibatkan 39 peneliti nasional, dan merupakan kolaborasi lintas instansi yang melibatkan Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi, Pusat Hidro-Oseanografi Angkatan Laut. Kemudian ada Kementerian Perhubungan, Kementerian Pertahanan, Kementerian Kelautan dan Perikanan, dan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika, serta peneliti dari universitas dan organisasi seperti Konservasi Indonesia.

Kegiatan Misi Indonesia 2024 itu sendiri berlangsung pada 8 Mei hingga 25 Agustus 2024 menggunakan Kapal OceanXplorer, kapal penelitian dengan media peralatan riset dan media yang sangat canggih.

Misinya sudah memasuki tahap ketiga dari 5 tahapan yang akan ditempuh. Pelayaran tahap 1 kapal OceanXplorer menjelajahi wilayah pulau Sambu-Banda Aceh. Selanjutnya tahap 2 dengan rute Banda Aceh-Padang dan saat ini sudah selesai, kemudian tahap 3 melintasi Padang-Jakarta.

Kolaborasi dalam misi ini bertujuan untuk untuk tercapainya penelitian dalam sejumlah kategori, seperti geosains kelautan, oseanografi, dan sains atmosfer. Geosains kelautan terkait dengan proses-proses geologi dan geodiversitas di laut. Contohnya seperti gunung api bawah laut yang akan menciptakan ekosistem ekstrim di dasar laut, geodiversitas mulai dari yang mikro, makro, hingga molekuler.

Penelitian oseanografi dan sains atmosfer untuk melihat sifat kolom bawah air di perairan dan pengaruhnya terhadap sumber daya alam. Saat ini kurang dari 18% dari lautan kita yang telah dilakukan pemetaan dengan teliti. Padahal pemetaan sangat penting untuk mengetahui sumber bencana dari patahan-patahan bawah laut yang dapat memicu tsunami di Aceh, atau longsor bawah laut yang mengakibatkan gempa megathrust seperti di Mentawai.

Pada saat misi riset ke lautan di Aceh pada Mei 2024, telah ditemukan sumber longsor bawah laut, gunung api bawah laut. Selain itu ditemukan pula berbagai macam hewan bawah laut yang belum pernah diidentifikasi sebelumnya. “Baru kali ini kami dapat mengeskploras hingga kedalaman 4000 sampai 5000 meter dengan bantuan Remotely Operated Vehicle (ROV) milik OceanX ini,” kata Nugroho dalam keterangannya.

BRIN sendiri memiliki 5 kapal riset, namun sudah berusia sekitar 30 hingga 40 tahun. Untuk mengisi ruang kosong hingga tersedianya armada kapal riset baru yang direncanakan akan beroperasi pada 2027 itulah BRIN melakukan riset kolaboratif dengan OceanX.

Co-CEO and Chief Science Officer OceanX Vincent Pieribone mengatakan, semua kegiatan di kapal OceanXplorer ini dilakukan oleh pemerintah Indonesia melalui para peneliti Indonesia. “Hal-hal yang dilakukan adalah mencari sesuatu yang belum pernah ditemukan, terkait perikanan maupun kebencanaan. Kami memiliki teknologi yang dapat memperkirakan seberapa banyak ikan yang ada di laut Indonesia. Sehingga para pembuat kebijakan dapat menentukan seberapa banyak ikan yang dapat diambil dari lautan pada periode tertentu,” katanya.

Vincent Pieribone lebih lanjut mengatakan ekspedisi ini hanyalah permulaan. Dia berharap lebih banyak ekspedisi lagi di tahun-tahun mendatang. “Kapal tersebut akan tetap berada di wilayah Asia Tenggara selama lima hingga sepuluh tahun ke depan. Jadi mudah-mudahan hal ini akan terulang kembali,” tuturnya.

Be First to Comment

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Mission News Theme by Compete Themes.