Tak hanya jadi kuliner yang viral dari Magetan, Jawa Timur, bekicot ternyata menyimpan banyak potensi yang bermanfaat bagi manusia. Salah satunya sebagai sumber obat herbal.
Bekicot atau keong, termasuk ke dalam kelompok yang kita sebut siput, yang merupakan nama umum untuk semua anggota kelas Gastropoda alias hewan berkaki perut. Perbedaannya, antara lain, bekicot hidup di darat sedangkan keong di air.
Gastropoda sendiri adalah bagian dari filum moluska alias hewan lunak dan gastropoda mencakup segala jenis siput dan siput telanjang (tidak bercangkang) dari berbagai ukuran. Kamu tahu, ada ribuan spesies siput laut maupun darat, baik yang bercangkang maupun yang tidak.
Nah, potensi bekicot sebagai obat herbal sedang diteliti oleh Ayu Savitri Nurinsiyah, peneliti di Pusat Riset Biosistematika dan Evolusi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). Bersama tim dari mahasiswa doktoral IPB University, Ayu melakukan penelitian tentang pengetahuan tradisional terkait pemanfaatan moluska tersebut.
Mereka menemukan lima kelompok bekicot yang berpotensi, yaitu Lissachatina fulica, Amphidromus palaceus, Dyakia rumphii, Ampullariidae, dan Viviparidae. Kelima kelompok ini, kata Ayu, seperti dilansir dari BRIN, rutin digunakan untuk pengobatan tradisional seperti untuk penyembuhan luka, asma, dan beberapa penyakit lainnya.
Selain digunakan oleh masyarakat secara tradisional, penelitian itu juga menemukan potensi besar pengembangan bekicot sebagai bahan dasar obat-obatan modern.
Bekicot sendiri memiliki 126.316 spesies yang sudah tervalidasi di dunia. Lebih dari 5.000 spesies atau 6% hidup di air. Sebanyak 557 spesies hidup di air tawar. Lalu, sebanyak 111 spesies ternyata endemik di Indonesia.
Sementara bekicot darat terdiri dari 1.294 spesies dan 595 spesies merupakan endemik di Indonesia.
Kebanyakan spesies bekicot darat bisa ditemukan di Pulau Jawa dan sekiarnya. Dari 263 spesies yang ada, 104 spesies di antaranya adalah endemik atau hanya ditemukan di Pulau Jawa dan beberapa pulau kecil di sekitarnya. Beberapa spesies malah hanya ditemukan di pegunungan Halimun atau di sekitar Yogyakarta.
Selain dagingnya jadi sumber kuliner dan obat, lendir bekicot juga memiliki kemampuan jadi obat, yaitu memiliki sifat antibakteri dan digunakan untuk pengobatan kulit, infeksi, bahkan meregenerasi jaringan kulit.
Walau begitu, banyak yang masih menganggap bekicot sebagai hama. Penelitian dan pendokumentasian terhadapnya juga masih terbatas sehingga membuat upaya konservasi menjadi sulit.
“BRIN akan terus berupaya melakukan penelitian dan konservasi berkelanjutan untuk memastikan keanekaragaman ini tetap terjaga dan bisa dimanfaatkan untuk kesejahteraan masyarakat serta pelestarian lingkungan,” ucap Ayu.
Be First to Comment