Press "Enter" to skip to content
Ilustrasi tanah subur (Foto: M_wie_Moehre/Pixabay)

Mengenal Tanah Hitam, Tanah Paling Subur di Dunia

Ada banyak jenis tanah di Indonesia, salah satunya adalah tanah hitam. Jenis tanah ini dikenal kaya akan bahan organik dan dikenal sebagai tanah paling subur.

Warna tanah menjadi beragam dikarenakan hadirnya senyawa besi, kandungan bahan organik, mangan, dan kadar air. Tanah-tanah yang lebih lembab biasanya lebih gelap, sementara tanah yang kering berwarna lebih terang.

Tanah asli tanpa zat pengotor diperkirakan berwarna putih hingga abu-abu tergantung bahan induknya. Warna hitam sendiri biasanya identik dengan tanah yang subur karena kaya bahan organik.

Menurut Destika Cahyana Periset dari Pusat Riset Tanaman Pangan (PRTP) Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), tanah hitam menghadapi berbagai tantangan.

“Jika konversi lahan dilakukan tanpa data valid, erosi terjadi, dan pengolahan tanah tidak intensif, tanah hitam akan hilang, begitu juga stok karbonnya. Karena itu, identifikasi sebaran spasial dan proteksi tanah hitam sangat diperlukan,” ujar Destika, seperti dilansir BRIN.

Indonesia memiliki 6,3 juta hektare tanah hitam yang dapat ditemui di 14 provinsi di Indonesia. Misalnya Aceh, beberapa wilayah di Jawa, Sulawesi, Maluku Utara, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, serta Papua.

Tanah hitam di NTB digunakan untuk pertanian, perkebunan, kehutanan, dan peternakan. Pengelolaannya dilakukan dengan sistem gogorancah untuk tanah kering dan penanaman gora, agar petani tidak perlu menyiangi lahan saat kering. Sementara di NTT, tanah hitam banyak tersebar di pulau-pulau kecil. Di sana pengelolaan tanah hitam dilakukan dengan pendekatan berbasis pengetahuan dan kearifan lokal, seperti teknik aisuak untuk mengolah tanah berat. Teknik ini membantu menggemburkan tanah setelah hujan.

Di Lembah Palu Sulawesi Tengah, tanah hitam dimanfaatkan untuk hortikultura, perkebunan kakao, kopi, dan palawija. Pengelolaan tanah hitam di sana memerlukan pemupukan, teknik konservasi tanah dan air. Di samping itu juga diperlukan dukungan infrastruktur dan penyuluhan kepada petani.

Destika mengatakan, karena tanah yang berwarna hitam di berbagai belahan dunia terbentuk dari proses yang beragam, maka ketika menentukan definisi tanah hitam di forum-forum internasional menjadi perdebatan yang hangat. Pada periode awal, definisi tanah hitam yang ditawarkan terbatas pada tanah seperti di Rusia, yaitu Chernozem.

Chernozem bahkan disebut oleh Dhokuchaev, V. V, ahli tanah di Rusia sebagai The King of Soils alias Rajanya Tanah karena paling subur. Saat ini Chernozem tersebar di Rusia, Ukraina, hingga China. Namun, ketika dipresentasikan di level dunia (FAO), terjadi perdebatan bahwa tidak semua yang berwarna hitam pada tanah termasuk jenis Chernozem.

Berikutnya pada tahun 2018 (China) dan 2019 (Moldova), definisi itu diperluas hingga Kastanozems dan Phaeozems, di mana ketiganya dalam sistem klasifikasi USDA (United States Department of Agriculture) termasuk Mollisols.

Dengan demikian yang dimaksud tanah hitam ketika itu lebih merujuk pada tanah Mollisols. Ordo tanah tersebut termasuk tanah hitam kategori pertama yaitu tanah mineral yang memenuhi semua syarat-syarat, seperti horizon permukaan hitam dan gelap (chroma ≤ 3 moist, value ≤ 3 lembap, dan atau ≤ 5 sangat kering); ketebalan horizon permukaan hitam atau gelap minimal 25 Cm; kadar C-organik ≥ 1,2% (atau ≥ 0,6% di daerah tropis) dan ≤ 20%; kapasitas tukar kation (KTK) ≥ 25 cmol/kg; serta kejenuhan basa (KB) ≥ 50%.

Namun perdebatan mengenai pembatasan tanah hitam terus terjadi sehingga definisinya masih dinamis karena di luar Mollisols juga masih ada tanah yang berwarna hitam. Pada akhirnya, dibuat tanah hitam kategori kedua yaitu apabila memenuhi persyaratan seperti horizon permukaan hitam atau sangat gelap (chromamoist, value ≤ 3 lembap, dan ≤ 5 kering), ketebalan horizon permukaan hitam atau gelap minimal 25 cm, dan kadar C-organik ≥ 1,2% (atau ≥ 0,6% di daerah tropis) dan ≤ 20%.

Pada konteks Indonesia, tanah yang masuk pada tiga persyaratan tersebut adalah sebagian Vertisols dan sebagian Andisols. Destika mengatakan tanah gambut atau Histosols tidak termasuk tanah hitam karena bukan tanah mineral, tetapi tanah organik. Sementara tanah mineral bergambut termasuk tanah hitam, tetapi pada konteks Indonesia diabaikan karena umumnya tanah mineral bergambut telah hilang (terbakar, erosi, pengolahan tanah intensif). Demikian pula secara spasial, tanah gambut yang telah berubah menjadi tanah mineral (bergambut) masih sulit dipisahkan sebarannya serta jumlahnya dianggap tidak signifikan.

Be First to Comment

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Mission News Theme by Compete Themes.