Tebing-tebing karst menjulang tinggi di kawasan Leang-Leang, Maros, Sulawesi, ternyata menyimpan rahasia zaman purba. Di dinding-dinding gua cadas terpahat lukisan-lukisan purba yang menggambarkan figur babi hutan, manusia pemburu, dan adegan naratif prasejarah lain yang tergambar dengan pigmen merah. Lukisan yang diperkirakan berusia lebih dari 51.000 tahun.
Penemuan ini tidak hanya mengubah peta ilmu arkeologi dunia, tapi juga menjadi bukti bahwa nenek moyang kita telah mengenal seni dan simbolisme jauh lebih awal dari yang pernah dibayangkan.
Peneliti Ahli Muda dari Pusat Riset Arkeometri, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Adhi Agus Oktaviana menceritakan bahwa penelitian gambar cadas itu sebetulnya sudah dilakukan pada 2014 dan dipublikasi di Jurnal Lecture.
Publikasi tersebut mendapat atensi luas di dunia dan masuk di salah satu dari 10 terobosan ilmiah dunia versi majalah sains. Terus ada juga publikasi pada tahun 2019. Adhi dan timnya mendata ulang situs-situs lukisan gua yang pernah diteliti dan dipublikasikan sebelumnya.
Salah satunya adalah lukisan adegan perburuan di Sulawesi, yang pada 2019 diakui sebagai salah satu dari 10 penemuan ilmiah paling revolusioner versi Science Magazine. “Pada 2014 dan 2019, publikasi kami mengenai seni cadas Sulawesi sudah masuk dalam sorotan dunia. Dari situ Google Art & Culture mulai tertarik mendokumentasikan situs-situs dan ‘resep’ riset kami di lapangan,” jelas Adhi.
Tahun 2022 menjadi titik balik. Bersama tim, Adhi kembali menyusuri gua-gua cadas Sulawesi dalam program digitalisasi dan pelestarian budaya bersama Google Arts & Culture. Dalam bahasa Bugis dan Makassar, Gua sering disebut sebagai “Leang”. Lokasinya tak main-main—gua-gua terpencil yang hanya bisa dicapai dengan tiga jam berjalan kaki, menyeberangi sungai dan mendaki gunung.
Untuk mencapainya, para peneliti harus berjalan kaki selama tiga jam dari desa terakhir, menyusuri sungai, menembus hutan, dan mendaki batuan karst yang licin. Leang Tedongnge itu sangat terpencil. Perjalanan dari Kampung Liang-Liang butuh tiga jam jalan kaki, menyusuri sungai dan naik ke pegunungan. “Memang capek sekali, tapi suasananya luar biasa,” ucap Adhi.
Tantangan besar bukan hanya datang dari medan, tapi juga dari bentuk lukisan gua itu sendiri. Banyak dari gambar purba tersebut nyaris tak terlihat oleh mata manusia. Proses pengolahan visual pun harus dilakukan secara cermat dan teliti, menggunakan teknik digitalisasi mutakhir seperti D-Stretch (Decorrelated Stretch).
Setelah gambar diolah dengan D-Stretch, barulah bisa dilihat bentuk aslinya. Tapi setelah itu, masih harus melakukan tracing manual, satu per satu. Gambar di Leang Karampuang, yang berumur minimum 51 ribu tahun, di-tracing secara manual selama hampir sebulan.
Lukisan yang ditemukan menggambarkan babi liar dan figur manusia—sebuah adegan naratif yang menunjukkan bahwa manusia purba sudah memiliki pemikiran simbolik dan kemampuan artistik jauh lebih awal dari yang diduga sebelumnya.
Penanggalan dilakukan dengan sangat hati-hati. Setelah ditemukan pada 2017 oleh tim Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah XIX, sampel diambil pada 2019 dan dianalisis di laboratorium Griffith University, Australia sebagai bagian dari kerja sama dengan lembaga riset PAPEX (Palaeoanthropology and Palaeolithic Excavation). Hasilnya diumumkan pada 2023: usia minimum lukisan mencapai 51.200 tahun.
Be First to Comment