Press "Enter" to skip to content
Dok. Ristekdikti.go.id

Memanfaatkan Lalat Tentara Hitam untuk Memerangi Sampah

Indonesia masih terbilang sebagai produsen sampah terbesar di dunia. Negeri kita menghasilkan sampah 64 juta ton per tahun, berdasarkan data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan tahun 2019. Sebanyak 60 persen adalah sampah organik. Dari studi McKinsey and Co dan Ocean Conservancy, Indonesia adalah penghasil sampah plastik nomor dua di dunia setelah China. Prihatin ya.

Lantas, apakah ada solusi? Ide dari mahasiswa Institut Teknologi Bandung ini menarik. Mereka mendirikan Biorefinery Society (BIOS), sebuah startup, yang bergerak dalam pengolahan limbah atau sampah organik. Hal yang menarik, dalam upaya memerangi sampah ini mereka menggunakan jasa lalat tentara hitam atau black solder flies (BSF) yang larvanya berukuran lebih besar dari lalat biasa dan terkenal mampu mengonsumsi dan mengurangi sampah organik.

BIOS kemudian mengembangkan konsep biorefinery melalui pemanfaatan larva lalat tentara hitam. “Bedanya apa dengan pengolahan sampah yang konvensional seperti biodigester, atau komposter, kalau biodigester dan komposter biasanya membutuhkan waktu yang lama. Dalam waktu 6 minggu sampai 2 bulan baru bisa diolah limbahnya. Tapi kalau pakai BSF, pengolahan limbahnya bisa lebih cepat,hingga 2-3 kali lipatnya” ujar Bagoes Muhammad Inderaja, Co-founder dan CEO BIOS, seperti dilansir Ristekdikti.go.id.

BIOS bahkan telah berhasil melakukan pengolah limbah hampir 150 kilogram selama 6 bulan terhitung sejak Februari 2019. Dari pengolahan tersebut, sudah dihasilkan pula larva kaya protein berbasis BSF untuk jadi pakan hewan dengan merek Magic Pet Feed serta pupuk organik. “Protein larvanya sangat tinggi sangat cocok untuk ikan hias dan peliharaan seperti kura-kura, sugar glider, gecko dan lain-lain,” kata Bagoes. Ia menambahkan, selain limbah rumah tangga, dan pasar, mereka juga fokus dalam pengolahan limbah roti.

Startup yang beranggotakan Dr. Muhammad Yusuf Abduh, Bagoes Muhammad Inderaja, Nurhayati Br Tarigan, Firdanta Ginting dan Asri Ifani Rahmawati ini telah memiliki dua produk unggulan. Pertama pupuk untuk tanaman, dan kedua larva kering yang mengandung protein tinggi. Produk pupuk sudah masuk dalam standar SNI namun belum keluar sertifikasinya. Produk tersebut belum masuk pasar karena BIOS sedang berusaha untuk terus melakukan pengembangan.

BIOS ingin membawa teknologi biorefinery ini ke masyarakat dan mereka telah melakukan desiminasi di beberapa daerah yaitu di Bangka, Sumatera Selatan, Musi Rawas, dan daerah lain. Salah satu tantangan mereka adalah mengedukasi masyarakat. Sebab masih banyak yang belum tahu apa itu BSF dan apa bedanya dengan larva biasa. Sebab larva dari BSF ini adalah saat jadi lalat tidak makan lagi, tapi kawin, bertelur, lalu mati. Jadi BSF ini lalat bersih, beda dengan lalat-lalat biasa.

Be First to Comment

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Mission News Theme by Compete Themes.