Press "Enter" to skip to content
Ilustrasi hutan (Image by Free-Photos from Pixabay)

Menanam Kayu-Kayu Langka di Gambut Kita

Hutan itu tak seberapa luas. Tapi di dalamnya tumbuh aneka pohon kayu yang terbilang sudah langka di Desa Tanjung Leban, Kecamatan Bandar Laksamana, Bengkalis, Riau. Hijau royo-royo, memikat mata yang memandangnya. Siapa mengira, hutan buatan yang tumbuh di atas lahan gambut ini menyimpan cerita.

Pemiliknya adalah Muhammad Nur. Lahan seluas 2,5 hektare dijadikannya hutan dengan menanam pohon-pohon langka, seperti: kayu meranti bakau, ramin, kayu pulai, geronggang, bintangor, balam, jelutong, dan sebagainya. 

Hutan ini menjadi tempat penelitian, yang rutin didatangi antara lain peneliti-peneliti muda dari berbagai lembaga. Badan Restorasi Gambut (BRG) berencana membangun rumah runding di sana dan pengelolaannya diserahkan kepada masyarakat. Namun pembangunannya masih terkendala oleh kondisi pandemi COVID-19.

Rumah runding itu akan menjadi tempat pelatihan dan base camp penelitian. Muhammad Nur berencana menjadikan rumah runding itu sebagai daya tarik untuk memancing lebih banyak orang yang menyambangi tempat yang direlakannya menjadi lahan konservasi dan penelitian itu.

Tapi sebelum jadi hutan, lahan itu merupakan kebun sawit yang kemudian musnah terbakar. Bencana ini menyebabkan duka mendalam di hati Muhammad Nur. Sawit yang ditanamnya sebentar lagi panen, tapi kemudian habis dilalap si jago merah pada saat terjadi kebakaran hutan dan lahan (karhutla) yang cukup besar pada 2008. Tak ada yang tersisa kecuali asap dan arang.

“Waktu itu saya bingung dan berduka sekali,” kata Nur mengenang. Dalam situasi seperti itu, Nur berkenalan dengan Haris Gunawan, seorang peneliti yang kelak menjadi salah satu deputi di BRG. “Pak Haris kemudian mengusulkan untuk menanam pohon kayu hutan yang dulu pernah tumbuh di sekitar desa kami.”

Muhammad Nur setuju. Pada 2010 lahan itu mulai ditanami berbagai bibit pohon kayu yang didatangkan dari tempat lain. Bahkan kayu yang belum pernah ada di Desa Tanjung Leban, seperti kayu jelutung, bibitnya didatangkan dari Jambi.

Penanaman pohon dibuat sealami mungkin, jenis-jenis pohon ditanam acak. Tujuannya agar tanaman itu tumbuh seperti di hutan. Di antara pepohonan kayu (yang saat ini sudah berukuran lingkar batang rata-rata 8 inci) Muhammad Nur juga menanam tumbuhan holtikultura yang bisa dipanen lebih cepat.

Sekat kanal didirikan untuk mengatur air sehingga pasokan air tetap terjaga saat musim kemarau dan tidak berlebihan pada saat musim hujan sehingga mencegah banjir. Mereka bahkan bekerjasama dengan sebuah perusahaan perkebunan untuk merawat kanal supaya terjaga kebersihannya dan tak banjir.

Keberadaan kanal dan sekat kanal juga membantu untuk mengantisipasi kebakaran hutan dan lahan di daerah itu. Terbukti, sampai saat ini sudah tak pernah terjadi kebakaran hebat yang merugikan. Kalau pun ada kebakaran, intensitasnya kecil dan bisa diatasi dengan cepat sebab pasokan air melimpah.

Sekat kanal juga menjaga pasokan air untuk merawat tanaman. Air yang ada menyehatkan dan menyuburkan pohon kayu hutan. Kanal-kanal juga dimanfaatkan warga untuk mengangkat perekonomian melalui perikanan. Mereka bisa menangkap ikan yang sulit dipancing seperti ikan bulan-bulan yang khas di sana. Muhammad Nur berniat menjadikan hutan alam di lahannya menjadi destinasi wana wisata.

Tapi Muhammad Nur mengatakan hasil bukanlah tujuan. Menurut dia, menghijaukan lahan dengan pohon hutan yang sudah langka akan memberikan manfaat dalam jangka panjang. “Di tempat lain, hutan yang ada bahkan sudah habis tanpa direstorasi sehingga kayu-kayu hutan sangat sulit dicari,” kata sosok yang juga berprofesi sebagai guru SD ini.

Muhammad Nur sering membawa murid-muridnya berkunjung dan belajar di hutan tersebut. Harapannya, pengetahuan tentang gambut dan kayu-kayu lokal yang dapat tumbuh di atasnya, akan menjadi pembelajaran yang berharga bagi generasi muda.

Be First to Comment

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Mission News Theme by Compete Themes.