Press "Enter" to skip to content
Jalak Bali (Foto: commons.wikimedia.org/Brian)

Neophobia, Bisakah Menyelamatkan Jalak Bali dari Kepunahan?

Jalak Bali tergolong burung yang cantik dan suaranya indah. Tetapi populasi burung bernama ilmiah Leucopsar rothschild ini sudah terancam punah, menurut status yang dirilis IUCN pada 2018. Populasinya di alam liar bahkan tak sampai 50 ekor saja.

Jalak Bali bisa dibilang yang tercantik dari semua jenis jalak. Jalak Bali mudah dikenali dari bulunya yang putih bersih, dibatasi dengan warna hitam di sepanjang ujung ekor dan sayap dan dengan kulit biru mencolok di sekitar mata, serta ada jambul putih yang indah memanjang dari atas kepalanya.

Untuk menyikapi kondisinya yang terancam punah, Dr. Rachael Miller, seorang peneliti dari Anglia Ruskin University memimpin satu tim dari Cambridge University dan National University of Singapore untuk menyelidiki bagaimana perilaku bernama neophobia bisa membantu menyelamatkan populasi burung itu. Penelitian mereka diterbitkan di journal Royal Society Open Science, baru-baru ini.

Neophobia adalah sebuah ketakutan atau fobia terhadap hal-hal yang baru.

Para ilmuwan itu meneliti respons 22 ekor Jalak Bali yang hidup di penangkaran terhadap benda-benda baru dan tipe makanan yang baru serta bagaimana burung itu memecahkan masalah-masalah simpel.

Baca juga: Dijuluki Paling Berbahaya, Burung Ini Banyak Ditemukan di Papua

Para peneliti yakin bahwa mengumpulkan berbagai data perilaku itu akan membantu dalam strategi konservasi Jalak Bali. Fleksibilitas perilaku sangat penting untuk kemampuan beradaptasi dan kelangsungan hidup individu, sehingga pelatihan pra-pelepasliaran dan mengidentifikasi burung tertentu untuk dilepasliarkan dapat membantu keberhasilan pengenalan kembali spesies yang terancam punah ke alam liar.

Penelitian dilakukan selama enam minggu di tiga koleksi zoologi Inggris – Waddesdon Manor (National Trust/Rothschild Foundation), Taman dan Taman Margasatwa Cotswolds, dan Birdworld.

Hasilnya, para peneliti menemukan bahwa secara keseluruhan bahwa Jalak Bali membutuhkan waktu lebih lama untuk menyentuh makanan baru. Usia adalah faktor kunci. Burung dewasa terbukti lebih neophobia daripada yang remaja.

Para peneliti juga menemukan bahwa burung yang dengan cepat menyentuh makanan yang dikenalnya yang diletakkan di samping objek baru juga paling cepat menyelesaikan tugas pemecahan masalah.

Dr Miller mengatakan: “Neophobia dapat berguna karena dapat membantu burung menghindari bahaya yang tidak dikenal, tetapi juga dapat berdampak pada adaptasi mereka terhadap lingkungan baru, seperti peningkatan keengganan untuk mendekati makanan baru. Pemahaman tentang fleksibilitas perilaku, khususnya bagaimana spesies dan individu di dalam spesies itu merespons hal baru dan mendekati masalah baru, sangat penting untuk konservasi, terutama karena dunia menjadi semakin urban. Banyak spesies perlu beradaptasi dengan perubahan lingkungan yang disebabkan oleh manusia dan bagaimana respon hewan terhadap hal baru dapat memprediksi hasil pasca-pelepasliaran selama reintroduksi,” kata dia, seperti dilansir Science Daily.

Baca juga: Burung Gosong di Pulau Seram, Terancam Gara-Gara Telur

Dr. Miller mengatakan Jalak Bali dipilih karena burung ini di ambang kepunahan, dengan kurang dari 50 ekor di alam liar di Indonesia dan di sisi lain ada program penangkaran hampir 1.000 burung di kebun binatang di seluruh dunia.

Sebagai bagian dari konservasi Jalak Bali, ada kebutuhan untuk terus melepaskan burung untuk mencoba meningkatkan populasi di alam liar. Sekarang mereka telah memiliki data tentang fleksibilitas perilaku burung-burung ini, ini dapat membantu untuk menginformasikan burung mana yang mungkin paling cocok untuk reintroduksi.

Studi mereka telah mengidentifikasi bahwa pelepasan Jalak Bali yang remaja berpotensi lebih berhasil daripada pelepasan burung dewasa, setidaknya dalam hal kemampuan beradaptasi dengan lingkungan baru.

“Data kami juga dapat membantu mengembangkan pelatihan sebelum dilepasliarkan, di mana burung penangkaran dapat belajar untuk meningkatkan respons ketakutan terhadap jebakan atau manusia, jika mereka diperkenalkan di daerah di mana perburuan terjadi, atau untuk mengurangi neofobia dengan terpapar sumber makanan aman yang tidak dikenal di daerah dengan sumber daya rendah. Kami yakin temuan ini secara keseluruhan akan dapat membantu tidak hanya Jalak Bali, tetapi semoga banyak spesies terancam punah lainnya,” kata Dr. Miller.

Be First to Comment

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Mission News Theme by Compete Themes.