Press "Enter" to skip to content
Ikan tuna sirip kuning (Foto: fishi-pedia.com)

Ilmuwan Teliti Dampak Rumpon Terhadap Budi Daya Ikan Tuna Sirip Kuning

Ikan tuna sirip kuning yang disebut juga madidihang atau bernama ilmiah Thunnus albacares adalah salah satu jenis tuna yang paling banyak dicari di dunia. Ikan tropis ini termasuk ikan pelagis besar yang bermigrasi di lautan di seluruh dunia, sering berpindah dari daerah yang kaya makanan ke daerah yang lebih hangat atau lebih dingin tergantung musim.

Karena permintaan yang tinggi dan nilai komersialisasi yang besar, populasi ikan ini sedang mengalami tekanan besar. Alhasil, upaya untuk konservasi, budi daya, dan pemantauan populasi ikan ini, dilakukan di berbagai tempat, agar populasinya tidak terancam. Salah satu upaya budi daya ikan tuna sirip kuning adalah dengan penggunaan rumpon.

Rumpon adalah tempat tinggal atau tempat berkumpul berbiaknya ikan yang sengaja dibuat orang untuk memudahkan penangkapan ikan, terbuat dari tumpukan batu sampai benda-benda bekas. Namun dampak penggunaan rumpon terhadap budi daya tuna di Indonesia dan Samudera Hindia terus diteliti. Salah satunya oleh Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) bersama MARBEC-Institut de Recherche pour le Dévelopement (IRD), lembaga riset publik multidisiplin dari Prancis sejak akhir tahun 2022 hingga 2026.

Penggunaan rumpon tuna dewasa menjadi isu dalam pengelolaan perikanan tuna di dunia karena penggunaannya yang semakin massif, dan dikhawatirkan berdampak pada keberlanjutan pemanfaatan sumber daya ikan tersebut.

Peneliti Ahli Madya Pusat Riset Perikanan (PRP) BRIN, Jhon Harianto Hutapea mengungkapkan riset yang dilakukan ini direncanakan berlangsung hingga tahun 2026. “Riset kami fokus ke beberapa work packages (WPs) tentang perikanan rumpon di Indonesia meliputi fisiologis, tingkah laku melalui karakteristik suara, dan kelimpahan tuna sirip kuning di Indonesia,” kata Jhon.

Jhon mengungkapkan bahwa dalam WP mengenai mekanisme kerja tubuh, mulai dari tingkat sel hingga organ ikan (fisiologis) dan tingkah laku ikan tuna, dilakukan penelitian di kolam ikan tuna yang berada di KKI Biota Laut Gondol-Bali. Gondol memiliki fasilitas pembesaran dan budi daya tuna, yang termasuk dua terbesar di dunia, yaitu Indonesia dan Panama.

Lebih lanjut, Jhon menjelaskan bahwa di dalam kolam bulat berdiameter delapan meter dengan kedalaman tiga meter tersebut, periset mempelajari bagaimana fisiologis dan perilaku dari tuna sirip kuning. “Selanjutnya, hasil penelitian di kolam ini akan kita bandingkan dengan hasil kajian lapangan. Kami juga mengamati apakah ada hubungan atau dampak dari penggunaan rumpon di tengah laut dengan kondisi sumber daya tuna sirip kuning,” ungkap Jhon.

Peneliti Ahli Muda BRIN, Ignatius Tri Hargiyanto berharap hasil riset kolaborasi BRIN dengan IRD dapat menjadi masukan dalam pengelolaan perikanan tuna di dunia, terutama yang terkait dengan penggunaan rumpon. Indonesia sebagai negara anggota organisasi pengelolaan perikanan tuna di Samudera Hindia, Regional Fisheries Management Organization (RFMO), Indian Ocean Tuna Commission (IOTC), memiliki peran aktif dalam pengembangan ilmu pengetahun guna mejaga keberlanjutan dari pemanfaatan sumber daya ikan tuna khususnya tuna sirip kuning.

 

Be First to Comment

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Mission News Theme by Compete Themes.