Masyarakat Betawi punya salah satu kuliner unik tapi hampir punah, yaitu sayur Babanci. Kuliner tradisional ini hampir punah karena bahan utamanya, yaitu lumut kerak, sulit sekali didapatkan.
Lumut kerak yang bernama ilmiah Usnea spp. dikenal sebagai rempah yang disebut juga ‘tai angin’ atau ‘jenggot tai’, atau ‘kayu angin ‘. Lumut ini telah lama digunakan dalam masakan tradisional.
Hidangan kuliner sayur babanci dikenal dengan perpaduan rasa dan rempah yang kompleks, mencerminkan kearifan lokal dan kreativitas masyarakat betawi. Namun keberadaan kuliner tradisional kini mulai tergerus oleh modernisasi dan perubahan gaya hidup masyarakat.
Di Indonesia, terdapat sekitar 512 jenis Usnea spp., terutama di Pulau Jawa. Selain sebagai bumbu, lumut ini juga berpotensi sebagai pewarna alami, antibiotik, hingga obat herbal. Sayangnya, penelitian mengenai pemanfaatannya dalam kuliner masih sangat terbatas. Oleh karena itu, eksplorasi lebih lanjut diperlukan untuk menggali potensi Usnea spp., baik dalam pengembangan makanan fungsional maupun sebagai bahan baku obat tradisional.
Untuk mendukung riset ini, Pusat Riset Ekologi dan Etnobiologi (PREE) BRIN bekerja sama dengan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Kristen Indonesia (UKI) melalui penelitian terhadap lumut kerak. Kerja sama ini bertujuan membangun jejaring riset antara BRIN dan UKI untuk mengungkap keanekaragaman Usnea spp. sebagai bahan pangan, obat, dan kosmetika tradisional.
Selain itu, penelitian ini juga akan mengidentifikasi jenis-jenis potensial, menganalisis morfologi, serta memahami ekologi dan populasi Usnea spp. di Jawa, guna mendukung pelestarian bahan pangan berbasis kearifan lokal dan membuka peluang eksplorasi lebih lanjut.
“Penelitian ini sejalan dengan mandat PREE dalam riset inovasi di bidang etnobiologi, terutama dalam pemanfaatan sumber daya hayati , baik secara langsung maupun tidak langsung, untuk bioprospeksi,” ujar Asep Hidayat, Kepala PREE BRIN, dalam siaran pers BRIN.
Be First to Comment