Makanan pokok masyarakat Papua di pegunungan adalah keladi dan ubi jalar. Sedangkan masyarakat yang bermukim di pesisir mengkonsumsi sagu.
Akan tetapi, seiring waktu, perilaku diet masyarakat Papua juga berubah. Saat ini masyarakat Papua di pegunungan dan pesisir cenderung meninggalkan makanan lokal dan lebih banyak mengkonsumsi beras.
Hutan sagu dibiarkan tidak terpelihara, bahkan banyak yang ditebang dan beralih fungsi lahan. Ini fakta yang menyedihkan.
Di sisi lain, kita mendapati sesuatu yang bertolak belakang. Produksi padi di Kabupaten Merauke dan Kabupaten Sorong meningkat drastis.
Padahal, keladi, pisang, sukun dan sagu merupakan makanan asli orang Papua sejak zaman prasejarah. Penelitian arkeologi membuktikan bahwa pada masa prasejarah, tanaman biji-bijian tidak dikenal di Papua. Budidaya padi diperkenalkan oleh pemerintah Indonesia lewat program transmigrasi.
Keladi, pisang dan ubi jalar di pegunungan Papua dimasak dengan cara bakar batu. Sedangkan masyarakat pesisir Papua memasak tepung sagu menjadi papeda dengan cara menyiramnya dengan air panas. Selain beras, pangan lokal Papua juga kalah pamor dengan makanan fast food.
Keladi, pisang dan ubi jalar, sesungguhnya tak ada hubungannya dengan strata sosial seperti yang digembar-gemborkan pemerintahan pada masa lalu. Seakan-akan kalau makannya keladi, pisang, dan ubi jalar, maka masyarakatnya terbelakang.
Padahal, dalam kebudayaan, tidak ada yang namanya masyarakat primitif. Setiap kebudayaan memiliki kekayaan dan keluhuran nilai-nilainya sendiri. Tak ada kebudayaan yang lebih tinggi dari kebudayaan lainnya.
Dalam soal makanan asli, jelaslah bahwa makanan lokal Papua harus dilestarikan. Baik bahan pangannya maupun cara mengolah makanan secara tradisional.
Kontributor: Hari Suroto
Be First to Comment