Ilmuwan dari China berhasil menyingkapkan bagaimana virus corona baru alias SARS-CoV-2 (yang menyebabkan COVID-19) menyatu dengan sel pernafasan manusia, membajaknya, lalu memproduksi lebih banyak virus di dalamnya. Penelitian yang dipimpin oleh Qiang Zhou, peneliti di Westlake University di Hangzhou, China, menemukan bahwa virus itu menempel pada sebuah receptor di sel pernafasan yang disebut angiotensin-converting enzyme 2 atau ACE2.
Dilansir dari Live Science, pemahaman terhadap perilaku dan bagaimana cara virus ini memasuki sel manusia sangat penting. Penemuan semacam ini dapat berkontribusi pada riset obat atau vaksin untuk COVID-19.
Untuk menginfeksi manusia, virus harus bisa masuk sampai ke level sel. Virus menggunakan sel ini untuk kemudian menggandakan dirinya dan menyebarkan virus baru. Pada 19 Februari lalu, di jurnal Science, sebuah riset yang dipimpin oleh ilmuwan dari University of Texas di Austin mendeskripsikan kunci molekular kecil pada SARS-CoV-2 yang memberikan virus itu kemampuan menembus sel. Kunci ini disebut sebagai spike protein, atau S-protein.
Pada pekan lalu Zhou dan timnya menemukan pecahan teka-teki yang lain, struktur receptor protein ACE2 (yang berada di permukaan sel pernafasan) dan bagaimana ia dan spike protein berinteraksi. Peneliti ini menerbitkan temuannya di jurnal Science edisi 4 Maret.
“Kalau kita berpikir badan manusia sebagai sebuah rumah dan 2019-nCoV [nama lain untuk SARS-CoV-2] sebagai perampok, maka ACE2 adalah kunci pintu rumah itu. Begitu S-protein mencapainya, virus pun masuk ke rumah,” kata Liang Tao, seorang peneliti di Westlake University.
Zhou dan timnya menggunakan alat yang disebut cryo electron microscopy, yang menggunakan sampel yang sangat beku dan berkas elektron untuk mencitrakan struktur terkecil dari molekul biologis. Para peneliti menemukan bahwa ikatan molekul antara spike protein SARS-CoV-2 dan ACE2 terlihat cukup mirip dengan pola pengikatan coronavirus yang menyebabkan berjangkitnya SARS pada tahun 2003. Namun, ada beberapa perbedaan, dalam hal asam amino yang tepat digunakan untuk mengikat SARS-CoV-2 dengan reseptor ACE2 dibandingkan dengan virus yang menyebabkan SARS (sindrom pernafasan akut yang parah).
Beberapa orang mungkin menganggap perbedaannya sedikit saja. Tapi perbedaan ini sangat berarti sehubungan dengan kekuatan yang dimiliki masing-masing virus itu. Ini akan berdampak pada seberapa mudah virus ini ditularkan dari seseorang ke orang lain.
Struktur “kunci” SARS-CoV-2 dan “kunci” tubuh secara teoritis dapat membantu menemukan obat yang akan menghentikan virus corona baru masuk ke sel-sel baru. Sebagian besar obat antivirus di pasar saat ini lebih berfokus pada menghentikan replikasi virus dalam sel, sehingga obat yang menargetkan masuknya virus akan menjadi sesuatu yang baru. Sejauh ini belum ada obat klinis yang efektif dalam menghalangi interaksi sel itu.
Spike protein juga merupakan target yang menjanjikan untuk vaksin, karena itu adalah bagian dari virus yang berinteraksi dengan lingkungannya, sehingga dapat dengan mudah dikenali oleh sistem kekebalan tubuh. Meski begitu, memang tak mudah untuk membuat obat atau vaksin. Perawatan dan vaksin tidak hanya harus terbukti efektif melawan virus, tetapi juga harus aman bagi manusia.
Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika Serikat mengatakan bahwa vaksin coronavirus setidaknya baru akan tersedia dalam waktu satu setengah tahun lagi, paling cepat. Kita memang berkejaran dengan waktu, di saat virus ini semakin merambah ke mana-mana dan telah ditetapkan sebagai pandemi oleh Badan Kesehatan Dunia. Jumlah kasus positif COVID-19 di seluruh dunia telah menembus angka 150.000 orang dengan angka kematian 6.000 orang lebih.
Berikut ini gambaran singkat COVID-19 di sejumlah negara, seperti dilansir dari NPR:
Eropa sudah menjadi episentrum baru pandemi COVID-19. Lebih banyak kasus yang dilaporkan di Eropa ketimbang yang pernah dilaporkan dari China. Di Italia ada 3.600 kasus baru dan 368 orang tewas dalam 24 jam, sehingga total infeksi adalah 25.000 orang dan 1.800 kematian.
Di Spanyol, pemerintah mengumumkan keadaan darurat dan lockdown. Di Spanyol sudah ada 7.800 kasus positif, termasuk istri Perdana Menteri Spanyol Pedro Sanchez, dan 282 orang meninggal dunia.
Di Prancis, pemilihan umum digelar dalam suasana yang ketat. Setiap pemilih wajib menerapkan safe spacing, yakni memberi jarak dengan orang lain, saat memberikan suaranya. LOkasi pemungutan suara juga dilengkapi dengan hand-sanitizer. Sudah ada 5.500 kasus positif COVID-19 di Prancis dan 127 orang meninggal dunia. Prancis juga sudah lockdown.
Sebaliknya, meski sudah ada 1.400 kasus dan 35 orang meninggal dunia di Inggris, negeri itu tak memberlakukan lockdown.
Adapun di Jerman, terdeteksi 4.000 kasus dan 700 orang meninggal dunia. Di Swiss ada 1.400 kasus dan 230 orang meninggal dunia. Ratusan kasus tercatat di Belanda, Swedia, Norwegia, Denmark, Austria, Belgia, dan Yunani
Sedangkan di China, kasus baru menurun, dengan tercatat hanya 27 kasus baru dalam pekan ini. Bandingkan dengan sebulan lalu, di mana Beijing pernah melaporkan terjadinya 14.000 kasus dalam sehari saja. Total 81.000 kasus di China sejak Desember 2019.
Jumlah kasus juga menurun di Korea Selatan dan Jepang. Seoul melaporkan 76 kasus baru dan Jepang 64 kasus baru. Di Indonesia, ada 134 kasus dan 5 orang meninggal dunia.
Be First to Comment