Dua paku kuno dari era Romawi sempat menimbulkan kontroversi, karena ada yang menganggapnya sebagai paku yang digunakan dalam penyaliban Yesus Kristus. Tapi sebuah penelitian terbaru telah memastikan bahwa paku itu memang digunakan dalam penyaliban. Tapi apakah itu penyaliban Yesus? Nanti dulu.
Dilansir dari Live Science, penelitian terbaru yang dilakukan oleh ahli geologi Aryeh Shimron yang diterbitkan di jurnal Archaeological Discovery edisi Juli 2020, menganalisis bahwa kedua paku besi berkarat itu adalah paku yang hilang dari makam Imam Besar Kayafas. Imam besar inilah yang menyerahkan Yesus kepada pengadilan Romawi untuk dijatuhi hukuman mati.
Shimron mengatakan, terkaitnya paku itu dengan makam Kayafas dan bukti terbaru bahwa benar paku itu digunakan untuk penyaliban, tidak serta merta membuktikan bahwa paku itu memang digunakan untuk menggantung Yesus di kayu salib.
Paku ini sendiri merupakan bagian dari koleksi Nicu Haas, seorang ahli antropologi Israel yang wafat pada 1986 yang diberikan kepada Israel Hershkovitz, seorang ahli antropologi di Universitas Tel Aviv. Menurut Otoritas Kepurbakalaan Israel (IAA), Haas mendapatkan paku itu dari penggalian makam pada 1970-an. Tapi IAA tidak tahu, dari makam siapa paku itu ditemukan.
Namun sebuah dokumenter yang kontroversial bertajuk “The Nails of the Cross” yang diterbitkan pada 2011, jurnalis Simcha Jacobovici mengatakan bahwa paku itu adalah paku yang hilang dari makam Kayafas. Diduga Kayafas merasa bersalah karena hukuman mati yang diterima Yesus, lalu menyimpan paku itu sebagai sebuah kenang-kenangan.
Makam Kayafas sendiri ditemukan pada 1990 di selatan Yerusalem. Makam itu berisi 12 peti, di mana salah satunya beraksara “Qayafa”, dan peti lainnya berornamen motif bunga dan ditandai dengan nama “Yehosef Bar Qayafa” dalam bahasa Aramaik atau “Yusuf putra Kayafas”. Kebanyakan arkeolog sepakat bahwa itu benar makam Kayafas dan keluarganya.
Kayafas disebut beberapa kali dalam kitab Injil di Perjanjian Baru. Namanya juga disebut dalam sejarah yang ditulis oleh Flavius Josephus.
Dalam studinya, Shimron dan koleganya membandingkan sampel dari kedua paku dengan sedimen dari peti-peti yang ada di makam Kayafas. Peti batu biasanya digunakan untuk menyimpan kerangka orang setelah mereka dimakamkan selama setahun di liang batu. Mereka tidak hanya mendapati bahwa jejak fisik dan kimiawi dari paku dan peti itu cocok, tapi juga unik. Misalnya, ditemukan jejak fungus yang tidak ditemukan di kubur kuno lainnya di Yerusalem.
Diteliti dengan mikroskop elektron, ditemukan jejak potongan kayu di paku, yang dikenali sebagai kayu cedar, dan fragmen tulang yang kecil-kecil. Sayangnya fragmen tulang itu telah menjadi fosil. Pada akhirnya mereka menyimpulkan bahwa paku itu memang berasal dari penyaliban dan juga berasal dari makam Kayafas.
Tetapi Hershkovitz, yang masih memiliki dua paku tersebut, mengatakan kepada Live Science bahwa dia tidak yakin dengan penelitian terbaru itu, walau dia tidak menutup kemungkinan bahwa paku tersebut berasal dari makam Kayafas.
Paku itu cukup panjang untuk digunakan pada tangan seseorang dalam penyaliban, dan ujungnya ditekuk ke atas, mungkin untuk mencegah tangan terlepas dari salib. Namun keberadaan pecahan tulang tidak membuktikan bahwa paku tersebut berasal dari penyaliban, karena tulang dari kuburan mungkin telah menempel di paku. “Peti itu kan penuh dengan tulang manusia,” katanya. “Namun sebagai ilmuwan kita harus tetap berpikiran terbuka terhadap setiap kemungkinan.”
Be First to Comment