Waktu-waktu belakangan ini berbagai benda kuno dan berharga berhasil ditemukan di dasar sungai Musi, Palembang, oleh sejumlah penyelam maupun nelayan setempat. Ratusan arca, lonceng kuil, berbagai peralatan, cermin, dan banyak sekali barang-barang keramik.
Mereka juga menemukan gagang pedang yang terbuat dari emas dan cincin emas dan batu delima, guci berukir, kendi anggur, dan seruling berbentuk seperti burung merak.
Dilansir dari Live Science, penemuan berbagai benda kuno dan berharga ini mengarahkan kepada satu pertanyaan, inikah pusat kerajaan besar Sriwijaya yang hilang?
Sriwijaya sebelumnya hanya ada dalam catatan sejarah dengan sedikit sekali bukti pendukung. Disebutkan, pada masa keemasannya, Kerajaan Sriwijaya adalah kerajaan maritim yang kaya dan berkuasa serta menguasai jalur perdagangan antara timur dan barat.
Kerajaan Sriwijaya mengatur Selat Malaka pada kurun waktu pertengahan tahun 600 M sampai tahun 1025, ketika kerajaan ini ditaklukkan dinasti Chola dari India. Setelah itu pengaruhnya terus menurun. Bangsawan terakhir Sriwijaya, Pangeran Parameswara tercatat pernah mencoba merebut kembali kontrol perdagangan di kawasan itu pada tahun 1390-an, tapi ia dikalahkan oleh kerajaan dari Pulau Jawa.
Sampai sebelum terjadinya penemuan-penemuan benda-benda berharga di Sungai Musi, nyaris tak ada jejak masa keemasan Sriwijaya yang ditemukan. Petunjuk tentang Sriwijaya hanya diketahui dari temuan sejumlah candi bata dan beberapa prasasti. Sebagian besar informasi tentang kota berasal dari orang asing yang menulis tentang perjalanan mereka ke Sriwijaya.
“Para pedagang dan pengunjung ini menggambarkan Sriwijaya seperti pertemuan antara film “Lord of the Rings” dan “Fantastic Beasts and Where to Find Them” karya J.K. Rowling,” kata Sean Kingsley, seorang arkeolog kelautan dan editor majalah Wreckwatch, yang pernah menulis tentang “Isle of Gold” atau “Pulau emas” di Sriwijaya.
Para pengunjung itu menulis tentang gunung berapi yang menyemburkan asap dan api, ular pemakan manusia, burung beo yang bisa meniru bahasa Hindi, Yunani, dan Arab, dan pelaut bersenjata lengkap yang bersedia menyerang kapal apa pun yang mencoba lewat tanpa memasuki Sriwijaya.
Kisah-kisah ini memberikan gambaran tentang tempat itu, tetapi sering kali terlalu sensasional dan hanya sedikit mengungkapkan tentang kehidupan sehari-hari di kota pelabuhan itu. Bahkan, pada masa kini mulai ada yang menganggap kerajaan Sriwijaya hanyalah mitos belaka.
Tanpa penelitian arkeologi di dasar Sungai Musi, temuan-temuan benda berharga tadi hanya akan berakhir di tangan kolektor dan pasar barang antik.
“Kita akan mulai dari dasar sekali, ini seperti masuk ke museum yang kosong. Orang-orang tak tahu pakaian seperti apa yang dikenakan masa Sriwijaya, seperti apa makanan mereka, seperti apa keramik yang mereka sukai, sama sekali tak ada yang kita ketahui tentang mereka saat hidup maupun mati,” kata Kingsley.
Be First to Comment