Press "Enter" to skip to content
dok. ilustrasi tidur siang hari (dok. Katniss12/Pixabay)

Apa yang Terjadi pada Otak Ketika Kita Tidur

Otak manusia itu rumit sekali. Ia mengandung miliaran syaraf yang seluruhnya baru akan berfungsi sepenuhnya ketika kita memasuki usia 25 tahun. Otak kita juga bisa menghasilkan energi listrik 25W yang cukup untuk menyalakan satu bohlam.

Walau begitu, masih banyak misteri otak manusia yang belum terpecahkan. Salah satunya adalah, bagaimana otak bekerja saat kita tidur.

Yang jelas, setiap hewan (termasuk manusia) di planet ini mengalami fase tidur. “Termasuk lalat buah, cacing gelang, dan ubur-ubur,” kata Dr. David Raizen, seorang profesor neurologi di University of Pennsylvania, seperti dikutip Live Science. “Oleh karena itu, tidur harus memiliki fungsi yang sangat penting.” Sebab saat tidur, hewan sangat rentan terhadap predator. Hewan juga tidak produktif, sebab mereka tidak mencari makan dan tidak bereproduksi.

Penelitian menemukan bahwa manusia menghabiskan sepertiga dari hidupnya untuk tidur atau mencoba untuk tidur. Itu berarti, jika kamu hidup sampai usia 76 (usia harapan hidup orang Indonesia menurut Kemenkes adalah 75-77,5 tahun) kamu menghabiskan waktu sekitar 25 tahun hidup kamu untuk tidur.

Kalau tidurmu kurang nyenyak, atau kamu mengalami gangguan tidur, maka fungsi tubuh kita bisa bermasalah. Kemampuan kita untuk berpikir dan berkegiatan secara efektif akan terganggu bahkan jika kamu mengalami gangguan tidur satu malam saja.

Karena defisit terbesar dari masalah kurang tidur dialami oleh otak, maka diduga otak adalah organ utama yang terkena dampak kurang tidur manusia. “Oleh karena itu, tidur harus sangat penting untuk fungsi otak yang sehat,” kata Raizen.

Menurut Institut Nasional Gangguan Neurologis dan Stroke (NINDS), ada dua tipe dasar tidur: tidur dengan gerakan mata cepat (REM) dan tidur non-REM.

Keduanya terkait dengan jenis gelombang otak tertentu dan aktivitas saraf tertentu. Tidur non-REM terjadi saat kita beralih dari bangun ke tidur, saat gelombang otak kita melambat. Pada saat yang sama, otot-otot kita mulai rileks, dan pernapasan menjadi lebih lambat daripada siang hari.

Sementara pada tidur REM, aktivitas gelombang otak berada pada tingkat yang sangat mirip dengan saat kita terjaga. Penelitian telah menemukan bahwa tidur REM merupakan antara 20 persen hingga 25 persen dari waktu tidur kita, dan saat itulah mimpi kita cenderung menjadi yang paling aneh dan tidak masuk akal.

Selama tidur REM, yaitu saat mimpi paling aktif, talamus – massa besar materi abu-abu yang ditemukan di tengah otak – mengirimkan gambar, suara, dan sensasi lain yang memenuhi mimpi kita.

Neurotransmitter asetilkolin, bahan kimia yang melonjak selama jam bangun, juga kuat selama saat kita tidur REM. Ketika kita terjaga, asetilkolin muncul untuk membantu otak menyimpan informasi yang dikumpulkan, dan kemungkinan membantu kita mengingat informasi ini saat kita tidur. Itulah mengapa belajar sebelum tidur, maka besoknya kita masih akan mengingat apa yang kita pelajari.

Nah, saat kita tertidur, otak kita mengalami pola gelombang otak yang dikenal sebagai istilah “spine spindles“, yaitu yang berperan dalam mempelajari dan mengintegrasikan ingatan baru. Spine spindles juga berperan dalam memastikan kita tetap tertidur bahkan ketika otak kita menghadapi rangsangan dari luar.

Selama tidur, otak bahkan mencuci dirinya sendiri dalam campuran cairan serebrospinal dan darah, sebagaimana ditemukan oleh studi tahun 2019 dalam jurnal Science. Memahami sifat siklus pencucian ini dapat membantu mengungkap informasi baru tentang gangguan terkait usia serta berbagai gangguan neurologis dan psikologis yang sering dikaitkan dengan pola tidur yang terganggu, termasuk autisme dan penyakit Alzheimer.

Otak kita membuat kita tetap hidup saat kita tertidur dan terjaga. Tapi ada beberapa proses dalam otak yang bisa diamati saat tidur. Termasuk sekresi hormon pertumbuhan pada manusia, pembersihan metabolit limbah, perubahan metabolisme, dan perubahan kekuatan komunikasi antara sel-sel otak (neuron).

Sebuah studi tahun 2017 di jurnal Nature Medicine menemukan bahwa keadaan kurang tidur akan mengganggu kemampuan sel-sel otak untuk berkomunikasi satu sama lain. Akibatnya terjadi penyimpangan mental sementara yang memengaruhi memori dan persepsi visual. Penulis utama studi tersebut, Dr. Itzhak Fried, seorang profesor dan direktur Program Bedah Epilepsi di University of California, Los Angeles, mencatat bahwa tubuh yang kurang tidur juga merampas kemampuan neuron untuk berfungsi dengan baik.

Makanya, tidur yang berkualitas itu sama pentingnya dengan kelangsungan hidup seperti makanan dan air. Tanpa tidur, kita tidak dapat membentuk atau mempertahankan jalur di otak kita yang memungkinkan kita untuk belajar dan menciptakan hal baru, yaitu ingatan, dan lebih sulit untuk berkonsentrasi dan merespons dengan cepat. Kondisi kurang tidur juga diduga bisa menyebabkan penyakit tertentu, seperti diabetes, kardiovaskular, obesitas, dan depresi.

Be First to Comment

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Mission News Theme by Compete Themes.