Jumlah pemakai koteka di Papua semakin menurun. Walaupun penggunaan koteka sebagai pakaian tradisional semakin berkurang, tetapi saat ini suku-suku di pegunungan tengah Papua masih banyak yang menanam labu air (Lagenaria siceraria) sebagai bahan koteka.
Labu ini masih ditanam oleh suku Dani, suku Mee, suku Amungme, Suku Lani, Suku Yali dan Suku Mek.
Generasi muda di pegunungan tengah Papua dan Meepago saat ini, sebagian tidak berkoteka dari usia balita hingga dewasa bahkan sebagian dari mereka tidak mengetahui tentang budaya berkoteka yang merupakan warisan nenek moyang.
Pada masa mendatang dikhawatirkan labu pembuat koteka hanya akan menjadi sayur untuk dikonsumsi, sebagai obat tipes atau obat sakit tenggorokan, serta koteka dijual sebagai souvenir.
Diperlukan langkah konkret untuk melestarikan koteka. Salah satu cara untuk melestarikan koteka adalah dengan mengajarkannya di sekolah-sekolah mulai dari tingkat dasar hingga tingkat menengah di daerah Pegunungan Tengah Papua dan Meepago.
Pegunungan tengah Papua meliputi sepuluh kabupaten yaitu Jayawijaya, Puncak Jaya, Pegunungan Bintang, Tolikara, Yahukimo, Nduga, Yalimo, Lani Jaya, Mamberamo Tengah, dan Puncak. Meepago meliputi Nabire, Deyai, Dogiyai, Paniai, Mimika, dan Intan Jaya.
Koteka dapat dimasukan sebagai bahan ajar muatan lokal di sekolah-sekolah pegunungan tengah Papua dan Meepago. Untuk mendukung ini maka perlu dibuat buku muatan lokal koteka serta perlu disusun kurikulum muatan lokal koteka. Dengan mengajarkannya pada generasi muda, diharapkan agar budaya koteka tidak hilang.
Penulis: Hari Suroto (arkeolog, tinggal di Jayapura) Bisa dihubungi di Instagram: @surotohari
Be First to Comment