Press "Enter" to skip to content
Fenomena bioluminensi dari Dinoflagellata yang menghasilkan cahaya berwarna kebiruan di malam hari. (Foto: commons.wikimedia.org/Hans Hillewaert/Screenshot)

Mengenal Dinoflagellata, Algae yang ‘Beracun’

Pada 2022 lalu, sebuah peristiwa harmful algal bloom (HAB), yaitu ledakan pertumbuhan algae yang dapat berdampak negatif pada lingkungan, terjadi untuk pertama kalinya di perairan Teluk Bima. Peristiwa ini melibatkan Dinoflagellata, salah satu jenis algae yang beracun.

Algae adalah kelompok organisme yang tidak merepresentasikan satu kelompok taksonomi yang nyata dan tidak dapat diklasifikasikan dalam satu cabang garis keturunan yang sama. Itulah sebabnya, algae dikenal sebagai kelompok yang heterogenous dan kompleks.

Periset Pusat Riset Biosistematika dan Evolusi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Danang Ambar Prabowo, mengatakan algae tersebar ke dalam berbagai kelompok yang memiliki hubungan filogenitik dengan tumbuhan, prokariota, serta kelompok eukariota lainnya.

“Sehingga ketika kita berbicara tentang algae, maka kita perlu mendefinisikan kelompok algae yang dibahas secara spesifik berdasarkan karakter morfologi, molekuler, dan ekologisnya,” ucap dia, seperti dilansir dari BRIN.

Algae dapat ditemukan di berbagai habibat, umumnya di kawasan aquatis atau lembab, namun ada juga yang mendiami beberapa kawasan terestrial dan beberapa spesies lainnya dapat bersimbiosis dengan makhluk hidup lain seperti fungi atau hewan karang.

Berdasarkan data AlgaeBase tahun 2023, terdapat kurang lebih 50.000 spesies algae hidup yang telah dideskripsikan di dalam database dan masih mungkin ada jenis-jenis lain yang belum terungkap.

Salah satu jenis algae adalah Dinoflagellata, salah satu kelompok algae yang kelimpahan dan frekuensi penemuannya paling tinggi setelah kelompok diatom di wilayah lautan.

Algae ini dapat mengalami ledakan populasi (bloom) dan seringkali menyebabkan fenomena HAB. Ia bisa melakukan bioluminensi, yaitu berpendarnya sel yang menghasilkan cahaya berwarna kebiruan di malam hari dan menjadi fenomena menarik di beberapa pantai saat malam hari,

Di lingkungannya, Dinoflagellata berperan sebagai produsen primer dan juga konsumen. Namun dinoflagellata juga dapat memberikan berbagai dampak negatif bagi lingkungan, makhluk hidup akuatis, maupun manusia dan aktivitasnya. Fenomena HAB misalnya dapat merusak ekosistem perairan termasuk kematian massal pada megafauna, seperti kasus kematian paus yang sangat banyak di Amerika Selatan atau kematian burung-burung akuatis di Florida.

Dinoflagellata juga dapat menghasilkan racun yang berdampak negatif pada kesehatan manusia, terutama karena keracunan akut yang diakibatkan oleh konsumsi kerang-kerangan, ikan-ikan karang, dan ikan lainnya yang terkontaminasi racun phycotoxin. Selain itu, gangguan sistem pernapasan akibat aerosol yang terkontaminasi racun phycotoxin dan disebarkan melalui hempasan ombak dan terbawa oleh angin di kawasan pesisir pernah dilaporkan di Portugal.

HAB juga dapat menyebabkan kematian massal pada ikan budidaya, sehingga turut mempengaruhi aktivitas perekonomian di kawasan perairan. HAB di Teluk Bima yang terjadi pada 2022 membuat perairan Teluk Bima tampak ditutupi oleh buih pekat kecoklatan dan pemicu peristiwa tersebut ditenggarai oleh akumulasi nutrien di teluk Bima dan faktor lainnya. Peristiwa tersebut diperkirakan turut mempengaruhi kegiatan ekonomi masyarakat setempat, baik di sektor perikanan maupun pariwisata.

Be First to Comment

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Mission News Theme by Compete Themes.