Press "Enter" to skip to content
Ilustrasi mumi

Ngeri, Dulu Mumi Mesir Dimakan sebagai Obat

Ternyata pernah ada masa orang-orang Eropa terobsesi dengan mumi, khususnya mumi Mesir. Bahkan mereka memakan mumi tersebut dengan keyakinan bahwa sisa-sisa manusia yang diawetkan dapat menyembuhkan berbagai penyakit, dari sakit pes sampai sakit kepala. Di samping alasan bahwa mumi itu memiliki daya tarik untuk dipamerkan.

Dilansir dari Live Science, keyakinan bahwa mumi dapat menyembuhkan penyakit mendorong lahirnya produk bernama Mumia, yaitu berbagai produk yang dibuat dari tubuh mumi. Pada masa lalu, mumia tersedia di toko-toko, di apotek, dan sebagainya. Pada abad ke-12, apoteker menggunakan mumi yang digiling sebagai obat.

Makan mumi Mesir mencapai puncaknya di Eropa pada abad ke-16.

Baca juga: Cerita Mumi di Lembah Baliem dan Konservasinya

Pada saat belum dikenal antibiotik, para dokter meresepkan tengkorak, tulang, dan daging yang dihaluskan untuk mengobati penyakit mulai dari sakit kepala, hingga mengurangi pembengkakan, atau menyembuhkan wabah.

Walau begitu, memang tak semua percaya. Guy de la Fontaine, seorang dokter dari kerajaan Navarre di Spanyol, meragukan khasiat mumia. Apalagi dia sempat melihat mumi palsu yang dibuat dari petani mati di Alexandria pada tahun 1564. Dia menyadari bahwa orang bisa ditipu. Mereka tidak selalu memakan mumi kuno yang asli.

Tapi dari pemalsuan ini kita mengetahui bahwa ada permintaan yang tinggi untuk penggunaan mumi sebagai obat dan pasokan mumi Mesir asli tidak dapat memenuhi ini.

Praktik semacam ini berakhir pada abad ke-19. Orang-orang Eropa tidak lagi mengonsumsi mumi untuk menyembuhkan berbagai penyakit. Tapi orang-orang Victoria masih mengadakan pesta untuk membuka bungkus mumi Mesir sebagai hiburan di acara atau pesta pribadi.

Baca juga: Mumi Mesir Ini Aneh, Dibungkus dalam ‘Kepompong’ Lumpur

Mengapa timbul perilaku menjadikan mumi itu obat? Dilansir dari sciencehistory.org, hal itu dipicu oleh kesalahpahaman. Berawal dari cerita kuno bahwa bahwa bitumen atau yang kita kenal sekarang sebagai aspal, berkhasiat menyembuhkan penyakit.

Adalah teks dari abad pertama yang ditulis oleh naturalis dari Romawi, Pliny the Elder, yang merekomendasikan menelan bitumen dengan anggur untuk menyembuhkan batuk kronis. Mencampur bitumen dengan cuka untuk menghilangkan darah beku. Bitumen juga bisa digunakan untuk penyembuhan katarak, sakit gigi, dan penyakit kulit.

Bitumen alami berlimpah di Timur Tengah kuno, terbentuk di cekungan geologis dari sisa-sisa tumbuhan dan hewan kecil. Dalam farmakope abad ke-1, Materia Medica, dokter Yunani Dioscorides menulis bahwa aspal dari Laut Mati adalah yang terbaik untuk obat. Kemudian para ilmuwan akan mengetahui bahwa aspal juga memiliki sifat antimikroba dan biosidal dan bahwa aspal dari Laut Mati mengandung belerang, juga agen biosidal.

Nah, waktu orang Eropa melihat mumi, mereka menganggap lapisan hitam yang menutupi mumi Mesir adalah bitumen yang berharga sebagai obat. Padahal belum tentu juga.

Be First to Comment

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Mission News Theme by Compete Themes.